ALAM
PIKIRAN YUNANI
Sambutan Bung Hatta dalam bukunya “Alam Pikiran Yunani”
Penerbit : Tintamas Jakarta 1980 Percetakan (Uni Press) Universitas Indonesia.
Tiap-tiap bangsa, betapa juga biadabnya, mempunyai dongeng dan takhyul. Ada yang terjadi dari pada kisah perintang hari, keluar dari mulut orang yang suka bercerita. Ada yang terjadi daripada muslihat mempertakuti anak-anak, supaya ia jangan nakal. Ada pula yang timbul karena keajaiban alam, yang menjadi pangkal heran dan takut. Dari itu orang menyangka alam ini penuh dengan dewa-dewa serta biduanda dan bidadarinya yang bermacam-macam namanya. Demikianlah lama-kelamaan timbul berbagai fantasi, cetakan pikiran, yang menjadi barang peradaban manusia bermula.
Fantasi itu tidak ada batasnya, sebab ia tidak bersangkut dengan yang lahir. Keadaannya tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, fantasi itu menjadi pangkal juga daripada “pengetahuan” yang ajaib-ajaib. Fantasi membawa orang yang meminangnya ke awing-awang, keluar daripada bumi dan alam tempat ia berdiri. Dengan fantasi itu ia dapat menyatukan ruhnya dengan alam sekitarnya. Ia merasa dirinya bagian daripada alam. Fantasi yang sampai ke sana disebut juga EXTASI.
Orang yang mengadakan fantasi tidak ingin mencari kebenaran buah fantasinya, karena kesenangan ruhnya adalah terletak dalam fantasi itu. Tetapi orang kemudian yang mempusakai fantasi itu, ada yang ingin hendak mengetahui kebenarannya lebih jauh. Diantaranya ada yang tidak lekas percaya, ada yang bersifat kritis, suka membanding dan menguji. Demikianlah dari fantasi itu timbul lama-kelamaan keinginan akan kebenaran.
Dongong dan takhayul yang dipusakakan dari nenek moyang itu menimbulkan adat kebiasaan hidup, yang menjadi cermin jiwa bangsa yang memakainya. Pengetahuan pusaka itu bertambah lama bertambah banyak, ditambah dengan pengalaman tiap-tiap angkatan baru. Semuanya itu masuk kedalam perbendaharaan bangsa, yang disebut kultur. Semuanya itu menjadi pimpinan bagi angkatan kemudian menempuh jalan penghidupan. Sebab itu “kata” atau “nasehat” orang tua-tua sangat diindahkan.
Dongeng dan takhayul serta adat-istiadat itu
berpengaruh kemudian atas cara orang memeluk agamanya. Agama yang datang
kemudian mendapati alam ini penuh dengan berbagai kepercayaan. Kepercayaan alam
itu tak mudah membongkarnya dengan seketika saja. Ia bertahan. Itulah sebabnya
maka agama yang begitu murni dasarnya, dalam masyarakat banyak bercampur dengan
barang pusaka hidup yang tersebut itu. Sebab itu tak salah orang mengatakan,
bahwa cara orang memahamkan agamanya banyak terpengaruh oleh keadaan hidupnya.
Juga orang Grik dahulunya banyak mempunyai dongeng dan takhayul. Tetapi yang ajaib pada mereka itu ialah, bahwa angan-angan yang indah-indah itu menjadi dasar untuk mencari pengetahuan semata-mata untuk tahu saja, dengan tiada mengharapkan keuntungan daripada itu. Ingin tahu menjadi ujud sendirinya bagi mereka. Berhadapan senantiasa dengan alam yang begitu luas, yang sangat bagus dan ajaib tampaknya pada malam hari, timbul di hatinya keinginan hendak mengetahui rahasia alam itu. Lalu timbul pertanyaan dalam hatinya, dari mana datangnya alam ini, betapa jadinya, bagaimana kemajuannya dan ke mana sampainya. Demikianlah beratus tahun alam besar menjadi soal dan pertanyaan, yang memikat perhatian ahli-ahli pikir Grik.
Juga orang Grik dahulunya banyak mempunyai dongeng dan takhayul. Tetapi yang ajaib pada mereka itu ialah, bahwa angan-angan yang indah-indah itu menjadi dasar untuk mencari pengetahuan semata-mata untuk tahu saja, dengan tiada mengharapkan keuntungan daripada itu. Ingin tahu menjadi ujud sendirinya bagi mereka. Berhadapan senantiasa dengan alam yang begitu luas, yang sangat bagus dan ajaib tampaknya pada malam hari, timbul di hatinya keinginan hendak mengetahui rahasia alam itu. Lalu timbul pertanyaan dalam hatinya, dari mana datangnya alam ini, betapa jadinya, bagaimana kemajuannya dan ke mana sampainya. Demikianlah beratus tahun alam besar menjadi soal dan pertanyaan, yang memikat perhatian ahli-ahli pikir Grik.
Tetapi kemudian disebelah soal alam besar itu, yang berada diluar dirinya, terdapat soal alam kecil, yang berada didalam dirinya. Alam ini tiada terlihat dengan mata, melainkan dapat dirasai adanya. Lalu timbul pertanyaan dalam hatinya : apa ujud lahirku, apa kewajiban hidupku ? Betapa seterusnya sikapku, dan dimana kudapat bahagia?
Begitulah jadinya soal alam dalam pikiran. Disebelah soal Kosmologi (kosmos = alam besar) timbul keinsafan dalam hati tentang kewajiban hidup, soal etik.
Dimata orang Grik dahulu kala semuanya itu satu soal saja, satu pokoknya : satu kebenaran. Sebab itu ilmunya Cuma satu saja, yang kemudian diberi nama “philosophia”. Philosophia artinya “ cinta akan kebenaran”.
Orang Grik belum membedakan ilmu dengan filosofi seperti yang terjadi kemudian. Ilmu sekarang memikirkan alam itu terpecah-pecah dan pecahan satu-satunya itulah yang diselidiki oleh tiap-tiap ilmu. Orang Grik dahulu kala memikirkan alam itu sebulat-bulatnya. Sebab itu filosof Grik yang ternama mempelajari hamper segala macam ilmu pengetahuan. Aristoteles misalnya adalah ahli tentang ilmu alam, ilmu hukum, etik dan lain-lainnya. Orang Grik tidak mempunyai ilmu yang special, melainkan ilmu universil.
Apa sebenarnya yang disebut filosofi, lebih baik jangan dipersoalkan pada permulaan menempuhnya. Akan hilang jalan nanti karena banyak ragam dan paham. Tiap-tiap ahli berlainan pendapatnya tentang apa yang dikatakan filosofi.
Tiap-tiap filosofpun lain-lain pula tujuannya. Buat sementara, sebagai tempat berpegang, kita sebutkan saja sifatnya yang umum, seperti yang dilukiskan oleh Windelband. “Filosofi sifatnya merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu keadaan atau hal yang nyata”. Sebab itu filosofi, orang sebut juga berpikir merdeka dengan taiada dibatasi kelanjutannya.
Di sinilah bedanya filosofi dengan ilmu special. Ilmu special membatasi medannya hingga alam yang dapat dialami, alam emperika. Ilmu menghadapai soalnya dengan pertanyaan “bagaimana” dan “apa sebabnya”. Filosofi meninjau dengan pertanyaan “apa itu”, “dari mana” dan “ke mana”. Di sini orang tidak memcari pengetahuan sebab dan akibat dari pada sesuatu masalah – seperti yang diselidiki oleh ilmu, melainkan orang mencari tahu tentang apa yang sebenarnya pada barang atau masalah itu, dari mana jadinya dan kemana tujuannya.
Hampir selalu dalam filosofi dipandang ada dua dunia, yang fana dan yang baka. Yang fana itu difahamkan sebagai tubuh sementara daripada sifat yang baka itu. Sebab itu tidak mengherankan, kalau ada masanya yang filosofi hampir bertaut dengan agama sebagai mana pada permulaan tarikh Masehi dan dimasa Zaman Tengah. Dalam Zaman Tengah filosofi kedudukannya hanya sebagai anggota akal untuk menyuluhi “kebenaran yang lebih sempurna”, yang didapat sebagai wahyu yang diturunkan Tuhan.
1. FILOSOFI ALAM
Pada awalnya Filisofi Grik yang pertama tidak lahir
di Tanah Airnya sendiri melainkan di tanah perantauan Asia Minor. Negeri Grik
disemenanjung Balkan tidak begitu subur tanahnya. Mereka yang merantau itu
makmur hidupnya. Mereka hidup dari perniagaan dan pelayaran. Kemakmuran itu
memberi kelonggaran bagi mereka untuk mengerjakan perkerjaan lain selain dari
mencari nafkah untuk kehidupan mereka. Waktu yang terluang dipergunakan mereka
untuk memperkuat kemuliaan hidup dengan seni dan buah pikiran.
Itulah sebabnya yang sangat tersohor dan makmur pada waktu itu ialah kota Miletos di Asia Minor. Puncak kemakmurannya terdapat diabad ke enam sebelum Masehi. Di sana pulalah tempat kediaman filosof-filosof Grik yang pertama seperti Thales, Anaximandros dan Anaximines. Mereka disebut filosof alam, sebab tujuan filosofinya mereka ialah memikirkan soal alam besar. Dari mana terjadinya alam, itulah yang menjadi soal bagi mereka.
Itulah sebabnya yang sangat tersohor dan makmur pada waktu itu ialah kota Miletos di Asia Minor. Puncak kemakmurannya terdapat diabad ke enam sebelum Masehi. Di sana pulalah tempat kediaman filosof-filosof Grik yang pertama seperti Thales, Anaximandros dan Anaximines. Mereka disebut filosof alam, sebab tujuan filosofinya mereka ialah memikirkan soal alam besar. Dari mana terjadinya alam, itulah yang menjadi soal bagi mereka.
1. THALES
Thales diperkirakan hidup pada tahun 625-545 sebelum
Masehi. Thales terbilang salah seorang daripada orang pandai yang tujuh, yang
tersohor dengan cerita-cerita lama Yunani. Yang lainnya adalah : Solon, Bias,
Pittakos, Chilon, Periandos, dan Kleobulos. Mereka tersohor karena petuahnya
yang pendek-pendek, sebagai : “kenal dirimu” , “segalanya berkira-kira”, “ingat
akhirnya”, “tahan amarahmu” dan banyak lagi yang lain.
Sesungguhnya Thales terbilang sebagai bapa filosofi Yunani sebab dialah filosof yang pertama, tetapi ia tidak pernah meninggalkan pelajaran yang diajarkannya. Filosofinya diajarkan melalui lisan kepada murid-muridnya. Pada masa Aristoteles kemudian menuliskan buah pikiran Thales.
Menurut keterangan Aristoteles kesimpulan ajaran Thales ialah “semuanya itu air”. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok dan dasar (principe) segala-galanya. Semua barang terjadi daripada air dan semuanya kembali kepada air pula.
Dengan jalan berpikir Thales mendapat keputusan tentang soal besar yang senantiasa mengikat perhatian umum di waktu itu, melainkan mempergunakan akal. Dengan berdasarkan pengalaman yang dilihatnya sehari-hari dijadikannya pikirannya untuk menyusun bangun alam. Sebagai orang pesisir dapat ia melihat setiap hari, betapa air laut menjadi sumber hidup. Dan di Mesir dilihatnya dengan mata kepalanya, betapa nasib rakyat di sana bergantung kepada air sungai Nil. Air sungai Nil itulah yang menyuburkan tanah sepanjang alirannya, sehingga dapat didiami manusia. Jika tak ada sungai Nil itu yang melimpahkan airnya sewaktu-waktu ke darat, negeri Mesir kembali jadi padang pasir.
“Semuanya itu air !” katanya. Dalam perkataan itu tertersimpul dengan disengaja atau tidak suatu pandangan yang dalam, yaitu bahwa “SEMUANYA ITU SATU”
Pada masa itu, selagi dunia penuh dengan takhayul dan kepercayaan yang ajaib-ajaib, buah pikiran yang mengatakan bahwa yang lahir itu tidak banyak melainkan SATU, tidak dangkal maknanya. Pikirannya itu membuka mata tentang bangun alam dan menyingkapkan selimut yang selama ini menutupi kalbu manusia. Benar atau tidak pandangannya itu, tidak menjadi dalil disini. Yang dinyatakan Cuma kelanjutan pikirannya, yang memerdekakan akal daripada belenggu takhayul dan dongeng.
Bagi Thales air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan yang jadi, tetapi juga akhir dari segala yang ada dan yang jadi itu. Di awal air di ujung air. Air sebab yang penghabisan ! Asal air pulang ke air. Air yang satu itu adalah bingkai dan pula isi. Atau dengan perkataan filosofi, air adalah subtract (bingkai) dan substansi (isi) kedua-duanya.
Sesungguhnya Thales terbilang sebagai bapa filosofi Yunani sebab dialah filosof yang pertama, tetapi ia tidak pernah meninggalkan pelajaran yang diajarkannya. Filosofinya diajarkan melalui lisan kepada murid-muridnya. Pada masa Aristoteles kemudian menuliskan buah pikiran Thales.
Menurut keterangan Aristoteles kesimpulan ajaran Thales ialah “semuanya itu air”. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok dan dasar (principe) segala-galanya. Semua barang terjadi daripada air dan semuanya kembali kepada air pula.
Dengan jalan berpikir Thales mendapat keputusan tentang soal besar yang senantiasa mengikat perhatian umum di waktu itu, melainkan mempergunakan akal. Dengan berdasarkan pengalaman yang dilihatnya sehari-hari dijadikannya pikirannya untuk menyusun bangun alam. Sebagai orang pesisir dapat ia melihat setiap hari, betapa air laut menjadi sumber hidup. Dan di Mesir dilihatnya dengan mata kepalanya, betapa nasib rakyat di sana bergantung kepada air sungai Nil. Air sungai Nil itulah yang menyuburkan tanah sepanjang alirannya, sehingga dapat didiami manusia. Jika tak ada sungai Nil itu yang melimpahkan airnya sewaktu-waktu ke darat, negeri Mesir kembali jadi padang pasir.
“Semuanya itu air !” katanya. Dalam perkataan itu tertersimpul dengan disengaja atau tidak suatu pandangan yang dalam, yaitu bahwa “SEMUANYA ITU SATU”
Pada masa itu, selagi dunia penuh dengan takhayul dan kepercayaan yang ajaib-ajaib, buah pikiran yang mengatakan bahwa yang lahir itu tidak banyak melainkan SATU, tidak dangkal maknanya. Pikirannya itu membuka mata tentang bangun alam dan menyingkapkan selimut yang selama ini menutupi kalbu manusia. Benar atau tidak pandangannya itu, tidak menjadi dalil disini. Yang dinyatakan Cuma kelanjutan pikirannya, yang memerdekakan akal daripada belenggu takhayul dan dongeng.
Bagi Thales air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan yang jadi, tetapi juga akhir dari segala yang ada dan yang jadi itu. Di awal air di ujung air. Air sebab yang penghabisan ! Asal air pulang ke air. Air yang satu itu adalah bingkai dan pula isi. Atau dengan perkataan filosofi, air adalah subtract (bingkai) dan substansi (isi) kedua-duanya.
Dalam pandangan Thales tidak ada jurang yang
memisahkan antara hidup dan mati. Semuanya satu ! Dan sebagai orang yang hidup
dimasa itu, ia percaya bahwa segala benda itu berjiwa. Benda itu bisa berubah
rupanya, bisa bergerak, bisa timbul dan hilang, semuanya atas kodrat sendiri.
Kepercayaan bathin Thales masih animisme. Animisme ialah kepercayaan, bahwa bukan saja barang yang hidup mempunyai jiwa, tetapi juga benda mati. Kepercayaannya seperti itu dikuatkan oleh pengalaman pula. Besi berani dan batu api yang digosok sampai panas menarik barang yang dekat padanya. Ini dipandangnya sebagai mempunyai kodrat tanda jiwa.
Sekianlah tentang filosofi Yunani yang pertama itu, Pandangan pikirannya menyatukan semua pada air! Air asal dan akhir.
2. ANAXIMANDROS
Anaximandros adalah murid Thales. Masa hidupnya
disebutkan orang dari tahun 610 – 547 sebelum Masehi. Sebagai filosof ia lebih
besar dari gurunya. Ia juga ahli astronomi dan ahli ilmu bumi. Menurut
pendapatnya langit bulat seperti bola. Bumi terkandung ditengah-tengahnya.
Bangunnya sebagai selinder, bulat panjang dan datar pada atasnya. Anaximandros
menuliskan buah pikirannya dengan keterangan yang jelas. Sebab itu
karangan-karangannya dipandang orang sebagai buku filosofi yang paling tua.
Seperti juga gurunya, Anaximandros mencari akan asal
dari segalanya. Ia tidak menerima apa saja yang diajarkan gurunya. Yang dapat
diterima akalnya ialah bahwa yang asal itu satu, tidak banyak. Tetapi yang satu
itu bukan air. Menurut pendapatnya, barang yang asal itu “tidak berhingga” dan
“tidak berkeputusan”. Ia bekerja selalu dengan tidak henti-hentinya, sedangkan
yang dijadikannya tidak berhingga banyaknya. Jika benar kejadian itu tidak
berhingga , seperti yang lahir kelihatan, maka yang “asal” itu mestilah tidak
berkeputusan.
Yang asal itu yang menjadi dasar alam dinamai oleh Anaximandros ”Apeiron”. Apeiron itu tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan salah satu barang yang kelihatan di dunia ini. Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Di mana bermula yang dingin, disana berakhir yang panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang TERANG dibatasi oleh yang GELAP.
Segala yang tampak dan terasa itu, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan pancaindra kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul (jadi), hidup, mati dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa, yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain. Yang cair menjadi yang beku dan sebagainya. Yang panas menjadi yang dingin dan sebaliknya. Semua itu terjadi dari Apeiron dan kembali pula kepada Apeiron.
Yang asal itu yang menjadi dasar alam dinamai oleh Anaximandros ”Apeiron”. Apeiron itu tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan salah satu barang yang kelihatan di dunia ini. Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Di mana bermula yang dingin, disana berakhir yang panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang TERANG dibatasi oleh yang GELAP.
Segala yang tampak dan terasa itu, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan pancaindra kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul (jadi), hidup, mati dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa, yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain. Yang cair menjadi yang beku dan sebagainya. Yang panas menjadi yang dingin dan sebaliknya. Semua itu terjadi dari Apeiron dan kembali pula kepada Apeiron.
Setelah dibulatkannya pahamnya, bahwa semuanya itu
terjadi dari Apeiron, dipecahnya pula soal, betapa kiranya timbul alam ini dari
Apeiron itu.
”Dari Apeiron keluar bermula Yang Panas dan Yang Dingin. Yang panas membalut yang dingin , sehingga yang dingin itu terkandung didalamnya. Sebab itu yang dingin menjadi bumi. Dan dari yang dingin itu timbul pula yang cair dan yang beku sebagai dua belah yang bertentangan. Api yang memalut yang bulat tadi pecah pula, dan pecahan-pecahannya itu berputar-putar seperti jalan roda. Karena perputarannya itu timbullah di antaranya berbagai lubang. Pecahan-pecahan api itu terpisah-pisah, dan menjadi matahari, bulan dan bintang.
Bumi ini bermula dibalut oleh uap yang basah. Karena ia berputar, yang basah tadi menjadi kering berangsur-angsur. Akibatnya tinggallah sisa uap yang basah itu sebagai laut pada bumi”.
”Dari Apeiron keluar bermula Yang Panas dan Yang Dingin. Yang panas membalut yang dingin , sehingga yang dingin itu terkandung didalamnya. Sebab itu yang dingin menjadi bumi. Dan dari yang dingin itu timbul pula yang cair dan yang beku sebagai dua belah yang bertentangan. Api yang memalut yang bulat tadi pecah pula, dan pecahan-pecahannya itu berputar-putar seperti jalan roda. Karena perputarannya itu timbullah di antaranya berbagai lubang. Pecahan-pecahan api itu terpisah-pisah, dan menjadi matahari, bulan dan bintang.
Bumi ini bermula dibalut oleh uap yang basah. Karena ia berputar, yang basah tadi menjadi kering berangsur-angsur. Akibatnya tinggallah sisa uap yang basah itu sebagai laut pada bumi”.
Pada permulaannya bumi ini diliputi air semata-mata.
Sebab itu makhluk yang pertama diatas bumi ialah hewan yang hidup di dalam air.
Juga bangsa binatang darat pada mulanya serupa ikan. Baru kemudian setelah
timbul daratan, binatang darat itu mendapat bengunan seperti sekarang ini. Dari
binatang yang berupa ikan itu terjadi manusia pertama. Manusia bermula tak bisa
serupa dengan manusia sekarang. Sebab orang yang dilahirkan seperti kanak-kanak
tak bisa serentak bisa berdiri sendiri. Ia perlu akan asuhan orang lain yang
lebih dahulu, bertahun-tahun lamanya. Makhluk seperti itu tidak bisa hidup pada
permulaan penghidupan di atas dunia ini. Yang sanggup hidup sendiri tanpa tanpa
ada pertolongan dari pihak lain hanyalah binatang berupa ikan.
Anaximandros menganggap jiwa yang menjadi dasar
hidup itu serupa dengan udara. Pendapat Anaximandros tentang kejadian dan
kemajuan makhluk di dunia ini banyak menyerupai teori Darwin, yang timbul di
abad ke 19, dua puluh lima abad sesudah Anaximandros. Tak heran kalau orang
mengarang lelucon, bahwa Anaximandros patut dipandang sebagai Darwinis yaitu
“pengikut” Darwin yang pertama kali.
Dipandang dari jurusan ilmu sekarang, banyak yang
janggal tampak pada keterangan Anaximandros tentang kejadian alam. Tetapi
ditilik dari jurusan masanya, di mana segala keterangan berdasar kepada
takhayul dan cerita yang ganjil-ganjil, pendapatnya itu adalah suatu buah
pikiran yang sangat lanjut.
Itu saja cukuplah untuk memandang dia sebagai ahli pikir yang jenial (genial). Tetapi yang jadi perhatian besar bagi orang kemudian ialah caranya menguraikan buah pikirannya. Ia mencari keterangan dengan metode berpikir yang teratur. Masalah yang banyak seluk-beluknya ditinjaunya dari satu jurusan atau pokok yang mudah. Demikianlah juga cara ilmu sekarang bekerja, sekalipun dengan alat pikiran yang lebih sempurna.
Itu saja cukuplah untuk memandang dia sebagai ahli pikir yang jenial (genial). Tetapi yang jadi perhatian besar bagi orang kemudian ialah caranya menguraikan buah pikirannya. Ia mencari keterangan dengan metode berpikir yang teratur. Masalah yang banyak seluk-beluknya ditinjaunya dari satu jurusan atau pokok yang mudah. Demikianlah juga cara ilmu sekarang bekerja, sekalipun dengan alat pikiran yang lebih sempurna.
3. ANAXIMENES
Anaximenes hidup dari tahun 585 – 528 sebelum
Masehi. Dia guru yang penghabisan daripada filosofi alam yang berkembang di
Miletos.
Anaximines adalah murid dari Anaximandros. Sebab itu tak heran, kalau pandangannya tentang kejadian alam ini sama dasarnya dengan pandangan gurunya. Dia juga mengajarkan bahwa barang yang asal itu SATU dan tidak berhingga. Cuma ia tak dapat menerima ajaran Anaximandros, bahwa barang yang asal itu tidak ada persamaannya dengan barang yang lahir dan tak dapat dirupakan. Baginya yang asal itu pastilah satu daripada yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu ialah udara. UDARA itulah yang satu dan tidak berhingga.
Thales mengatakan AIR asal dan kesudahan dari segala-galanya. Anaximines mengatakan UDARA. Udara yang memalut dunia ini, menjadi sebab segala yang hidup. Jika tidak ada udara itu, tak ada yang hidup. Pikirannya kesana barangkali terpengaruh oleh ajaran Anaximandros bahwa “jiwa itu serupa dengan udara”.
Sebagai kesimpulan ajarannya disebutnya : “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari pada udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu”
Anaximines adalah murid dari Anaximandros. Sebab itu tak heran, kalau pandangannya tentang kejadian alam ini sama dasarnya dengan pandangan gurunya. Dia juga mengajarkan bahwa barang yang asal itu SATU dan tidak berhingga. Cuma ia tak dapat menerima ajaran Anaximandros, bahwa barang yang asal itu tidak ada persamaannya dengan barang yang lahir dan tak dapat dirupakan. Baginya yang asal itu pastilah satu daripada yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu ialah udara. UDARA itulah yang satu dan tidak berhingga.
Thales mengatakan AIR asal dan kesudahan dari segala-galanya. Anaximines mengatakan UDARA. Udara yang memalut dunia ini, menjadi sebab segala yang hidup. Jika tidak ada udara itu, tak ada yang hidup. Pikirannya kesana barangkali terpengaruh oleh ajaran Anaximandros bahwa “jiwa itu serupa dengan udara”.
Sebagai kesimpulan ajarannya disebutnya : “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari pada udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu”
Disini buat pertama kali pengertian jiwa masuk
kedalam pandangan filosofi. Hanya Anaximenes tidak melanjutkan pikirannya
kepada soal penghidupan jiwa. Soal ini terletak diluar garis filosofi alam,
yang mencari sebab penghabisan daripada alam.
Soal jiwa yang mengenai alam kecil, perasaan manusia
yang hidup dalam pergaulan, baru kemudian jadi masalah yang penting bagi
filosofi. Baru Aristotles memulai mengupasnya. Dengan itu dihidupkannya cabang
ilmu baru, yang kemudian diberi nama psicologi.
Anaximenes yang mencari asal alam, belum
memperhatikan benar soal jiwa dalam penghidupan masyarakat. Kepentingan jiwa
itu tampak olehnya dalam perhubungan alam besar saja. Jiwa itu menyusun tubuh
manusia menjadi satu dan menjaga supaya tubuh itu jangan gugur dan
bercerai-berai. Kalau jiwa itu keluar dari badan, matilah badan itu dan
bagian-bagiannya mulai bercerai-berai. Juga alam besar itu ada karena udara.
Udaralah yang menjadi dasar hidupnya. Kalau tak ada udara, gugurlah semuanya
itu. Makro-kosmos (alam) dan mikro-kosmos (manusia) pada dasarnya satu rupa.
Menurut pendapat Anaximenes udara itu benda, materi.
Tetapi sungguh pun dasar hidup dipandangnya sebagai benda, ia membedakan juga
yang hidup dengan yang mati. Badan mati karena menghembuskan jiwa itu keluar.
Yang mati tidak berjiwa. Dalam hal ini berbeda pendiriannya dengan Thales, yang
menyangka bahwa benda mati juga berjiwa. Anaximenes terlepas dari pandangan
animisme.
Anximenes mengemukakan suatu soal baru, yang belum didapat pada Thales dan Anaximandros. Ketiga-tiganya berpendapat, bahwa ada yang asal yang menjadi pokok segalanya. Tetapi Anaximines maju selangkah lagi dengan bertanya : ”Gerakan apakah yang menjadi sebab terjadinya alam yang lahir yang banyak ragam dan macam itu daripada barang asal yang satu itu?”
Anximenes mengemukakan suatu soal baru, yang belum didapat pada Thales dan Anaximandros. Ketiga-tiganya berpendapat, bahwa ada yang asal yang menjadi pokok segalanya. Tetapi Anaximines maju selangkah lagi dengan bertanya : ”Gerakan apakah yang menjadi sebab terjadinya alam yang lahir yang banyak ragam dan macam itu daripada barang asal yang satu itu?”
Sebagai ahli ilmu alam, Anximenes mencari jawabnya
dengan memperhatikan pengalaman. Semuanya terjadi dari udara. Kalau udara diam
saja, sudah tentu tidak terjadi yang lahir itu dengan berbagai macam dan ragam.
Sebab itu gerak udaralah yang menjadi sebab jadinya. Udara bisa jarang dan
padat. Kalau udara menjadi jarang, terjadilah api. Kalau udara berkumpul
menjadi rapat, terjadilah angin dan awan. Bertambah padat sedikit lagi, turun
hujan dari awan itu. Dari air terjadi tanah, dan tanah yang sangat padat
menjadi batu.
Di sini cara mengupas soal menunjukkan derajat pikira yang tinggi. Tetapi dalam dalam pahamnya tentang bangun alam ia terbelakang dari Anaximandros. Menurut pendapat Anaximenes dunia ini datar seperti meja bundar, dan dibawahnya ditupang oleh udara. Udara yang mengangkatnya itu tidak punya ruang buat bergerak dan bersebar, sebab itu tetap duduknya. Dan oleh karena itu bumi ini tetap pada tempatnya.
Di sini cara mengupas soal menunjukkan derajat pikira yang tinggi. Tetapi dalam dalam pahamnya tentang bangun alam ia terbelakang dari Anaximandros. Menurut pendapat Anaximenes dunia ini datar seperti meja bundar, dan dibawahnya ditupang oleh udara. Udara yang mengangkatnya itu tidak punya ruang buat bergerak dan bersebar, sebab itu tetap duduknya. Dan oleh karena itu bumi ini tetap pada tempatnya.
Matahari, bulan dan bintang itu dilahirkan oleh
bumi. Uap yang keluar dari bumi naik keatas. Diatas ini jadi jarang, dan sebab
itu menjadi api. Api itu menyala menjadi matahari, bulan dan bintang. Tetapi
diantara bintang-bintang itu ada yang juga semacam bumi (tanah). Bintang-bintang
beredar tetapi tidak mengelilingi bumi dari atas kebawah dan kembali ke atas
lagi. Melainkan berkeliling diatas bumi, seperti “topi berputar diatas kepala”.
Hilang timbul bintang itu tersebab karena jauh dan dekat edarnya. Kalau ia
tidak kelihatan, itu tanda jauh dari kita, kembali pada tempat permulaan
peredarannya.
Sekian tentang Anaximenes, filosof alam yang
penghabisan dari golongan Miletus. Sebagai yang diajarkan oleh Anaximenes itu,
filosof alam itu berkembang ke seluruh dunia Grik dan perantauannya.
Filosof-filosof yang datang kemudian banyak sedikitnya mengetahui pandang alam
orang Miletos itu.
II. FILOSOFI HERAKLEITOS
II. FILOSOFI HERAKLEITOS
Herakleitos lahir di kota Ephesos di Asia Minor.
Sebab itu ia sering disebut Herakleitos orang Ephesos. Masa hidupnya kira-kira
dari tahun 540 – 480 sebelum Masehi. Sesungguhnya ia mempunyai pandangan
sendiri, yang berlainan sifatnya dari pendirian-filosof-filosof yang lalu, ia
juga terpengaruh oleh filosof Miletos. Ini ternyata, bahwa ia juga mengatakan
satu saja anasir yang asal, yang menjadi pokok alam dan segala-galanya. Anasir
yang asal itu menurut pendapatnya API.
Api itu lebih dari pada air dan udara, dan setiap orang dapat melihat sifatnya yang mudah bergerak, dan mudah bertukar rupa. Api itu membakar semuanya, menjadikan semuanya itu jadi api dan akhirnya menukarnya lagi jadi abu. Semuanya itu bertukar menjadi api, dan api bertukar menjadi semuanya. Yang kemudian ini dapat dilihat pada panas matahari yang menjadi syarat hidup bagi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ternyata juga pada kebesaran guna api itu bagi peradaban manusia.
Api itu lebih dari pada air dan udara, dan setiap orang dapat melihat sifatnya yang mudah bergerak, dan mudah bertukar rupa. Api itu membakar semuanya, menjadikan semuanya itu jadi api dan akhirnya menukarnya lagi jadi abu. Semuanya itu bertukar menjadi api, dan api bertukar menjadi semuanya. Yang kemudian ini dapat dilihat pada panas matahari yang menjadi syarat hidup bagi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ternyata juga pada kebesaran guna api itu bagi peradaban manusia.
Api yang selalu bergerak dan berubah rupa itu
menyatakan, bahwa tak ada yang tenang dan tetap. Yang ada hanya pergerakan
senantiasa. Tidak ada yang boleh disebut “ada”, melainkan “menjadi”. Semuanya
itu dalam kejadian.
Segala kejadian di dunia ini serupa dengan api, yang tidak putusnya dengan berganti-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri. Segala permulaan adalah mula daripada akhirnya. Segala hidup mula daripada mati. Dalam dunia ini tidak ada yang tetap. Semuanya berlalu. “Panta rei”, semuanya mengalir.
Penghidupan di dunia dan kemajuan dunia dapat diumpamakan sebagai air mengalir. Tidak pernah kita turun mandi dua kali ke dalam air yang itu juga. Air yang kita masuki yang kedua kalinya sudah lain daripada air yang pertama kali. Rupanya saja air itu air tadi, tetapi sebenarnya sudah berganti. Air yang lain sekarang meliputi tepi sungai itu. Demikian juga tak ada barang yang tetap seperti keadaannya bermula. Tiap-tiap barang tersedia akan berubah jadi keadaan yang sebaliknya.
Dunia ini adalah tempat pergerakan semata-senantiasa, tempat kemajuan yang tidak berkeputusan. Yang baru itu mendapat tempatnya dengan menghancurkan dan menewaskan yang lama.
Segala kejadian di dunia ini serupa dengan api, yang tidak putusnya dengan berganti-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri. Segala permulaan adalah mula daripada akhirnya. Segala hidup mula daripada mati. Dalam dunia ini tidak ada yang tetap. Semuanya berlalu. “Panta rei”, semuanya mengalir.
Penghidupan di dunia dan kemajuan dunia dapat diumpamakan sebagai air mengalir. Tidak pernah kita turun mandi dua kali ke dalam air yang itu juga. Air yang kita masuki yang kedua kalinya sudah lain daripada air yang pertama kali. Rupanya saja air itu air tadi, tetapi sebenarnya sudah berganti. Air yang lain sekarang meliputi tepi sungai itu. Demikian juga tak ada barang yang tetap seperti keadaannya bermula. Tiap-tiap barang tersedia akan berubah jadi keadaan yang sebaliknya.
Dunia ini adalah tempat pergerakan semata-senantiasa, tempat kemajuan yang tidak berkeputusan. Yang baru itu mendapat tempatnya dengan menghancurkan dan menewaskan yang lama.
Dunia ini medan perjuangan yang tidak berkeputusan
antara dua aliran yang bertentangan. Tetapi perjuangan itu adalah tanda hidup.
Jika tidak ada perjuangan antara yang banyak dengan yang banyak, maka tidak ada
kemajuan. Segala barang yang fana, segala keadaan yang sementara, adalah tingkat
berturut-turut daripada suatu gerakan yang mahabesar. “Perjuangan itu adalah
bapa dari segalanya, raja dari segalanya”. Tetapi segala perubahan dikuasai
oleh HUKUM DUNIA yang satu : LOGOS. Logos artinya pikiran yang benar. Dari itu
kemudian timbul kemudian perkataan “LOGIKA”.
Logos itulah yang menjadi dasar (norma) perbuatan
manusia. Sebab itu mengetahui logos itu adalah kewajiban akal manusia. Dan
siapa yang dapat mengetahuinya itu, dia bukan saja orang pandai tetapi juga
orang cerdik. Oleh karena itu, mempunyai pengetahuan yang dalam dipandang oleh
Herakleitos sebagai kesenangan yang sebesar-besarnya. Hidup berpikir adalah
pangkal kesenangan.
Jika dipahamkan betul uraian Herakleitos ini dan dibandingkan dengan pandangan Thales dan Anaximandros serta Anaximenes, nyatalah bahwa tujuan pandanagn filosofis sudah berubah.
Jika dipahamkan betul uraian Herakleitos ini dan dibandingkan dengan pandangan Thales dan Anaximandros serta Anaximenes, nyatalah bahwa tujuan pandanagn filosofis sudah berubah.
Itulah jasa Herakleitos yang sangat besar. ! Ia
mendapat suatu dunia baru yang tiada diketahui oleh filosof-filosof alam. Yaitu
dunia pikiran yang dinamainya LOGOS. Alam pikiran inilah yang dipersoalkan
filosofi sampai sekarang ini.
Pengalaman tidak menyatakan kebenaran yang sebenarnya, sebab pengalaman seseorang itu sangat terbatas.
Pengalaman tidak menyatakan kebenaran yang sebenarnya, sebab pengalaman seseorang itu sangat terbatas.
Bahwa LOGOS itu berkuasa, adalah suatu bukti yang
tidak perlu lagi dicari keterangannya. Susunan dunia ini, yang serupa bagi
segala makhluk setiap masa, tidak dijadikan oleh siapapun juga, ia ada
selama-lamanya. Ia itu adalah sebagai api yang hidup selalu, yang menyala
selalu dan padam berganti-ganti. Perjalanan dunia, yang beredar senantiasa,
tidak bermula dan tidak berkesudahannya. Dunia bergerak senantiasa. Sebab ia
mengandung hukum, logosnya, dalam dadanya sendiri. Sebab itu kemajuan berlaku
menurut irama yang tetap.
Menurut Harekleitos, kejadian alam ini bermula dari
dua macam uap yang naik dari bumi ke atas, yang satu jernih dan yang satu lagi
keruh. Yang jernih menimbulkan api. Dari itu terjadi bintang-bintang. Yang
keruh menimbulkan yang basah.
Jiwa berada dalam kejadian senantiasa. Jiwa datang
dari pada uap yang basah. Makin jauh ia terlepas dari yang basah itu, yaitu
makin tinggi ia naik keatas, makin dekat ia kepada yang kering-jernih dan makin
baik keadaannya. Sebaliknya yang basah itu adalah jiwa pemabok yang tak tau
kemana ia akan pergi. Demikianlah pokok-pokok filosofi Herakleitos. Tulisan-tulisannya
banyak yang sukar dan kurang jelas. Sbab itu orang yang semasa dengan dia
banyak yang menamainya “HERAKLEITOS YANG GELAP”.
III. FILOSOFI ELEA
Elea adalah suatu kota perantauan orang Grik di
sebelah selatan semenanjung Italia. Aliran filosofi yang timbul disana
berpengaruh dari tahun 540 – 460 sebelum Masehi. Yang bermula mengajarkannya
ialah Xenophanes berasal dari Kolophon di Asia Minor.Tinjauan soalnya lain
pula. Ia mencari keterangan tentang “yang ada”. Kita melihat di alam berbagai
yang ada. Tetapi apa yang ada itu? Betapa sifatnya?Selain daripada Xenophanes
yang membangunkannya, ada tiga orang lagi yang kesohor sebagai pemangku
filosofi Elea itu, yaitu Parmenides, Zeno dan Melisos.
1. XENOPHANES
Masa hidup Xenophanes disebut orang dari tahun 580 –
470 sebelum Masehi.
Xenophanes terkenal sebagai orang yang taat agama, yang senantiasa hidup dengan ruh yang suci. Nafkah hidupnya didapatkan dari bernyanyi dan melagukan sya’ir yang dalam-dalam artinya. Dalam segala lagu yang dinyanyikan, dia mendidik orang ke jalan agama, ke jalan beribadat kepada Tuhan yang menguasai seluruh alam. Sampai berumur 90 tahun ia tetap berbuat begitu. Isi sya’irnya menentang segala takhyul, yang menjadi kepercayaan orang banyak di waktu itu. Orang menyangka bahwa Tuhan itu banyak dan menjadi kepala daripada pelbagi perbuatan. Ada yang menjadi kepala pencuri, ada yang menjadi kepala pembengis, dan banyak lagi lainnya. Terutama Xenophanes menyerang lukisan dewa-dewa atau segala macam Tuhan, yang dilagukan oleh ahli sya’ir yang ternama dimasa itu: Homeros dan Hesiodos.
Xenophanes terkenal sebagai orang yang taat agama, yang senantiasa hidup dengan ruh yang suci. Nafkah hidupnya didapatkan dari bernyanyi dan melagukan sya’ir yang dalam-dalam artinya. Dalam segala lagu yang dinyanyikan, dia mendidik orang ke jalan agama, ke jalan beribadat kepada Tuhan yang menguasai seluruh alam. Sampai berumur 90 tahun ia tetap berbuat begitu. Isi sya’irnya menentang segala takhyul, yang menjadi kepercayaan orang banyak di waktu itu. Orang menyangka bahwa Tuhan itu banyak dan menjadi kepala daripada pelbagi perbuatan. Ada yang menjadi kepala pencuri, ada yang menjadi kepala pembengis, dan banyak lagi lainnya. Terutama Xenophanes menyerang lukisan dewa-dewa atau segala macam Tuhan, yang dilagukan oleh ahli sya’ir yang ternama dimasa itu: Homeros dan Hesiodos.
Xenophanes mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak banyak
melainkan satu. Pada suatu perjamuan yang dihibur dengan lagunya, dituntutlah
kepada yang hadir, supaya nama Tuhan disebut dengan perkataan yang bagus-bagus,
serta dipuji ketinggiannya. Hiduplah sederhana, katanya, dan didiklah ruhmu itu
menjadi orang berbudi. Janganlah lagi menyebut-nyebut dan menyanyi-nyanyikan
lagu kehormatan bagi panglima-panglima perang dulu-dulu. Bukan perang perkasa
itu yang harus ditinggikan, melainkan budi Ketuhanan. “Tuhan hanya satu, yang
terbesar di antara dewa dan manusia, tidak serupa dengan makhluk yang fana dan
tidak pula berpikiran seperti mereka itu”. Bagi Xenophanes, Tuhan Yang Maha Esa
itu tidak dijadikan, tidak bergerak dan tidak pula berubah-ubah, dan ia mengisi
seluruh alam. Dia melihat semuanya, dan berpikir seluruhnya. Mudah sekali Ia
memimpin alam ini dengan kekuatan pikiran-Nya.
Berhubung dengan kepercayaan orang banyak, yang
merupakan Tuhan itu banyak dengan berbagai macam, Xenophanes berkata :”MAKHLUK
YANG FANA INI MENGIRA, SEKALIAN TUHANNYA DILAHIRKAN, BERBAJU, BERSUARA DAN
BERTUBUH SEPERTI MEREKA ITU PULA. TETAPI, KALAU SAPI, KUDA DAN SINGA MEMPUNYAI
TANGAN DAN PANDAI MENGGAMBAR, NISCAYALAH SAPI ITU MENGGAMBARKAN TUHANNYA SERUPA
SAPI, KUDA MENGGAMBARKAN TUHAN SERUPA KUDA, DAN SINGA MENGGAMBARKAN TUHANNYA
SERUPA SINGA”.
Tentang asal yang satu daripada segalanya, telah lebih dahulu diajarkan oleh filosof alam. Anaximandros misalnya menyatakan pandangan yang dalam. Tetapi pada Xenophanes, yang satu itu lebih tinggi kedudukannya, yaitu Tuhan Yang Esa yang memeluk sekalian alam.
Ajaran tentang yang satu ini besar sekali pengaruhnya dalam filosofi Elea. Itu yang dijadikan pusat segala soal.
Sesunggunya Xenophanes banyak memberikan petua-petua yang berharga, sehingga ia dipandang sebagai pembangun filosofi baru, ia tak sampai menjadi mahagurunya.
Sebabnya karena ajarannya itu tidak tersusun dan teratur. Ajarannya itu keluar dari mulutnya sebagai perasaan hatinya saja. Ilham barangkali. Filosofi Elea mendapat bentuknya dalam tangan Parmanides. Dia inilah yang menjadi mahagurunya.
2. PARMANIDES
Tentang asal yang satu daripada segalanya, telah lebih dahulu diajarkan oleh filosof alam. Anaximandros misalnya menyatakan pandangan yang dalam. Tetapi pada Xenophanes, yang satu itu lebih tinggi kedudukannya, yaitu Tuhan Yang Esa yang memeluk sekalian alam.
Ajaran tentang yang satu ini besar sekali pengaruhnya dalam filosofi Elea. Itu yang dijadikan pusat segala soal.
Sesunggunya Xenophanes banyak memberikan petua-petua yang berharga, sehingga ia dipandang sebagai pembangun filosofi baru, ia tak sampai menjadi mahagurunya.
Sebabnya karena ajarannya itu tidak tersusun dan teratur. Ajarannya itu keluar dari mulutnya sebagai perasaan hatinya saja. Ilham barangkali. Filosofi Elea mendapat bentuknya dalam tangan Parmanides. Dia inilah yang menjadi mahagurunya.
2. PARMANIDES
Parmanides lahir di Elea pada tahun 540 sebelum
Masehi. Waktu meninggalnya tidak diketahui orang benar. Ia kesohor sebagai ahli
pikir, yang melebihi siapa juga pada masanya itu. Pada waktu mudanya hatinya
tertarik kepada lagu-lagu Xenophanes, yang banyak mengandung pelajaran. Yang
Satu, yang diajarkan Xenophanes, menjadi pokok berpikir baginya, dan dibentuk
menjadi pelajaran sendiri. Berlainan dengan ajaran Xenophanes, Yang Satu itu
tidak dipandangnya sebagai persatuan Tuhan dan Alam, melainkan sebagai Adanya
yang sepenuh-penuhnya. Yang lahir itu Ada ! Dalam persatuan Tuhan dan Alam
tidak ada yang banyak sebagai jumlah satu-satunya.
Sebagai pokok pendiriannya disebutnya, bahwa ada
kebenaran. Kebenaran yang bulat, kebenaran yang sepenuh-penuhnya. Bertentangan
dengan itu terdapat pendapat manusia, yang tidak menyimpan kebenaran di
dalamnya. Pendapat manusia itu hanya persangkaan saja. Persangkaan itulah yang
menyatakan, ada yang banyak. Padahal “yang banyak” itu tidak ada.
Sebab, kalau ada yang banyak itu, ada pula “menjadi” dan “hilang”. Oleh karena yang ada itu hanya satu, kekal dan tidak berubah-ubah, maka “jadi” dan “hilang” itu tidak benar adanya. Hanyalah timbul dari persangkaan saja. Sebab itu harus dinyatakan pertentangan antara kebenaran yang dapat dipahamkan dengan pikiran, dengan persangkaan yang bisa khilaf. Pertentangan itu ialah pertentangan antara TAHU dan MENYANGKA. Dengan mengemukakan soal ini, Parmanides menjadi pembangun LOGIKA yang pertama. Herakleitos membukakan pintu dunia pikiran; ia mulai menyusunnya. Keterangan, katanya, tidak didapat dengan melihat, melainkan dengan pengertian, dengan jalan berpikir semata-mata.
Kebenaran terdapat pada pengakuan, bahwa Yang Ada itu ada. Kesalahan prasangka orang ialah, bahwa Yang Tidak-Ada itu dikatakan juga ada dan mesti ada. Oleh karena Parmanides memandang semuanya itu Satu dan Tetap, mestilah meniadakan yang kelihatan banyak dan berubah-ubah itu.
Menurut logika, hukum akal, disebelah yang Satu dan Tetap itu mustahil ada yang banyak. Sebab kalau ada yang banyak, tak ada yang satu. Dalam hal ini salah satu diantara yang banyak, yaitu bagian daripada itu. Sebab itu kenyataan daripada yang banyak itu berdasar kepada rupanya saja, bukan yang sebenarnya,
Penglihatan kita tidak boleh dipercaya. Hanya pikiran dapat megalami yang sebenarnya. Hanya pikiran dapat mencapai Yang Ada itu dalam keadaan yang sebenarnya. Pikiran dan Ada adalah sama dan satu. Pikiran satu rupa dengan yang menjadi dasarnya. Orang tidak akan mendapat pikiran, jika tak ada. Yang Ada itu menjadi sebutannya. Sebab tak ada yang lain dan tidak akan dapat yang lain diluar Yang Ada.
Sebab, kalau ada yang banyak itu, ada pula “menjadi” dan “hilang”. Oleh karena yang ada itu hanya satu, kekal dan tidak berubah-ubah, maka “jadi” dan “hilang” itu tidak benar adanya. Hanyalah timbul dari persangkaan saja. Sebab itu harus dinyatakan pertentangan antara kebenaran yang dapat dipahamkan dengan pikiran, dengan persangkaan yang bisa khilaf. Pertentangan itu ialah pertentangan antara TAHU dan MENYANGKA. Dengan mengemukakan soal ini, Parmanides menjadi pembangun LOGIKA yang pertama. Herakleitos membukakan pintu dunia pikiran; ia mulai menyusunnya. Keterangan, katanya, tidak didapat dengan melihat, melainkan dengan pengertian, dengan jalan berpikir semata-mata.
Kebenaran terdapat pada pengakuan, bahwa Yang Ada itu ada. Kesalahan prasangka orang ialah, bahwa Yang Tidak-Ada itu dikatakan juga ada dan mesti ada. Oleh karena Parmanides memandang semuanya itu Satu dan Tetap, mestilah meniadakan yang kelihatan banyak dan berubah-ubah itu.
Menurut logika, hukum akal, disebelah yang Satu dan Tetap itu mustahil ada yang banyak. Sebab kalau ada yang banyak, tak ada yang satu. Dalam hal ini salah satu diantara yang banyak, yaitu bagian daripada itu. Sebab itu kenyataan daripada yang banyak itu berdasar kepada rupanya saja, bukan yang sebenarnya,
Penglihatan kita tidak boleh dipercaya. Hanya pikiran dapat megalami yang sebenarnya. Hanya pikiran dapat mencapai Yang Ada itu dalam keadaan yang sebenarnya. Pikiran dan Ada adalah sama dan satu. Pikiran satu rupa dengan yang menjadi dasarnya. Orang tidak akan mendapat pikiran, jika tak ada. Yang Ada itu menjadi sebutannya. Sebab tak ada yang lain dan tidak akan dapat yang lain diluar Yang Ada.
Untuk mencapai kebenaran, kita tak dapat berpedoman
dengan penglihatan yang menampakkan kepada kita “yang banyak” dan “yang
berubah-ubah”. Hanya akal yang dapat mengatakan, bahwa “yang ada” itu mesti
ada, serta mengakui bahwa “yang tidak ada” itu mustahil ada.
Nyatalah sudah, kemana beloknya ajaran Xenophanes dalam tangan Parmanides. Dari soal Ketuhanan ia berputar menjadi soal Kebenaran. Hanya pokoknya sama yang satu tadi !
Nyatalah sudah, kemana beloknya ajaran Xenophanes dalam tangan Parmanides. Dari soal Ketuhanan ia berputar menjadi soal Kebenaran. Hanya pokoknya sama yang satu tadi !
Ajaran Parmanides, yang berpokok kepada yanga Satu
dan tetap, bertentangan dengan ajaran Herakleitos. Pertentangan itu tampak pula
pada paham keduniaan mereka. Herakleitos adalah nabi daripada pergerakan
senantiasa, yang selalu dalam kejadian. Parmanides adalah nabi daripada yang
tetap, yang tidak berubah-ubah. Bangun dunia Herakleito DINAMIS, Dunia
Parmanides STATIS.
Ajaran Parmanides banyak yang tidak memuaskan bagi orang yang semasa dengan dia. Banyak keterangannya yang bertentangan tampaknya dengan yang lahir. Sebab itu banyak orang yang membantah. Untuk menagkis serangan lawan-lawannya itu muncul kemuka murid-muridnya yang bernama Zeno dan Melissos.
3. ZENO
Ajaran Parmanides banyak yang tidak memuaskan bagi orang yang semasa dengan dia. Banyak keterangannya yang bertentangan tampaknya dengan yang lahir. Sebab itu banyak orang yang membantah. Untuk menagkis serangan lawan-lawannya itu muncul kemuka murid-muridnya yang bernama Zeno dan Melissos.
3. ZENO
Zeno lahir di Elea dalam tahun 490 sebelum Masehi.
Ia tersebut karena tangkas perkataannya dan tajam pikirannya.
Zeno mempertahankan ajaran gurunya tidak dengan menyambung keterangan, melainkan dengan membalikkan serangan terhadap dalil-dalil lawan-lawannya. Menurut pendapatnya jika keterangan lawannya itu dinyatakan salahnya, pendirian Parmenides benar sendirinya.
Terhadap yang satu dan tetap, yang dikemukakan oleh Parmenides lawannya menunjukkan yang lahir, yang menyatakan yang banyak dan yang berubah-ubah. Zeno mempergunakan pikirannya yang tajam itu untuk memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan pendapat lawannya.
Terhadap paham yang mengatakan bahwa “yang banyak” itu ada, ia berkata :
Jika benar ada yang banyak itu, ia dapat dibagi-bagi. Bagian-bagiannya pun dapat dibagi-bagi lagi. Demikian juga bagian daripada bagian, dan seterusnya. Akhirnya tiap-tiap bagian itu jadi begitu kecil, dan tidak punya ukuran (bangun) lagi. Ia mempunyai sekecil titik yang tidak mempunyai besar. Dan jumlah barang yang tidak mempunyai besar, betapa banyaknya, tidak akan mencapai besar sebuah barang yang mempunyai bangun. Tidak ada suatu barang yang dapat menambah besar sesuatu, jika ia sendiri tidak mempunyai besar. Sebab iti yang banyak itu tidak ada.
Terhadap paham yang mengatakan, ada ruang, Zeno berkata :
Jika yang ada itu benda dalam sebuah ruang, ruang itu sudah tentu tempatnya dalam ruang pula. Dan ruang yang kemudian ini terletak lagi dalam sebuah ruang. Demianlah seterusnya dengan tiada berkeputusan : ruang dalam ruang.
Terhadap paham yang mengatakan, bahwa penglihatan (dan pendengaran) itu benar Zeno berkata ;
Jika sekiranya sekarung gandum yang jatuh berbunyi, tiap-tiap biji gandum itu, betapa juga kecilnya, mesti pula berbunyi. Tetapi jika sebutir gandum tiada berbunyi kalau jatuh, maka sekarung gandum yang jatuh pun tidak berbunyi pula. Sebab karung gandum tak lain daripada jumlah butir gandum di dalamnya.
Terhadap paham yang mengatakan bahwa bergerak itu ada, Zeno mengemukakan empat fasal :
Zeno mempertahankan ajaran gurunya tidak dengan menyambung keterangan, melainkan dengan membalikkan serangan terhadap dalil-dalil lawan-lawannya. Menurut pendapatnya jika keterangan lawannya itu dinyatakan salahnya, pendirian Parmenides benar sendirinya.
Terhadap yang satu dan tetap, yang dikemukakan oleh Parmenides lawannya menunjukkan yang lahir, yang menyatakan yang banyak dan yang berubah-ubah. Zeno mempergunakan pikirannya yang tajam itu untuk memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan pendapat lawannya.
Terhadap paham yang mengatakan bahwa “yang banyak” itu ada, ia berkata :
Jika benar ada yang banyak itu, ia dapat dibagi-bagi. Bagian-bagiannya pun dapat dibagi-bagi lagi. Demikian juga bagian daripada bagian, dan seterusnya. Akhirnya tiap-tiap bagian itu jadi begitu kecil, dan tidak punya ukuran (bangun) lagi. Ia mempunyai sekecil titik yang tidak mempunyai besar. Dan jumlah barang yang tidak mempunyai besar, betapa banyaknya, tidak akan mencapai besar sebuah barang yang mempunyai bangun. Tidak ada suatu barang yang dapat menambah besar sesuatu, jika ia sendiri tidak mempunyai besar. Sebab iti yang banyak itu tidak ada.
Terhadap paham yang mengatakan, ada ruang, Zeno berkata :
Jika yang ada itu benda dalam sebuah ruang, ruang itu sudah tentu tempatnya dalam ruang pula. Dan ruang yang kemudian ini terletak lagi dalam sebuah ruang. Demianlah seterusnya dengan tiada berkeputusan : ruang dalam ruang.
Terhadap paham yang mengatakan, bahwa penglihatan (dan pendengaran) itu benar Zeno berkata ;
Jika sekiranya sekarung gandum yang jatuh berbunyi, tiap-tiap biji gandum itu, betapa juga kecilnya, mesti pula berbunyi. Tetapi jika sebutir gandum tiada berbunyi kalau jatuh, maka sekarung gandum yang jatuh pun tidak berbunyi pula. Sebab karung gandum tak lain daripada jumlah butir gandum di dalamnya.
Terhadap paham yang mengatakan bahwa bergerak itu ada, Zeno mengemukakan empat fasal :
1.
Suatu gerakan
tidak bisa bermula, sebab tiap-tiap badan tidak bisa sampai kepada suatu tempat
dengan tiada berada lebih dahulu pada berjenis tempat atau titik yang
dilaluinya.
2.
Achilleus yang
cepat seperti kilat tidak bisa mengejar penyu, yang begitu lambat jalannya.
Sebab, apabila ia tiba di tempat penyu tadi, dia sudah maju selangkah lebih
sedikit kemuka.
3.
Anak panah
yang dipanahkan dari busurnya tidak bergerak, tetapi berhenti. Sebab setiap
saat ia berada pada satu tempat. Ada pada satu tempat sama artinya dengan
berhenti.
4.
Setengah waktu
sama dengan sepenuh waktu. Sebab suatu barang yang bergerak terhadap suatu
badan, melalui panjang badan itu dalam setengah waktu atau sepenuh waktu. Dalam
sepenuh waktu apabila badan itu tidak bergerak. Dalam setengah waktu, apakah ia
bergerak dengan sama cepatnya kearah yang bertentangan.
Sikap yang dipakai oleh Zeno ialah meneruskan keterangan lawannya sampai selanjut-lanjutnya, sehingga akibatnya bertentangan satu sama lain. Uraiannya itu rupanya seperti bertele-tele. Tetapi jika diperiksa lebih dalam, ia menunjukkan berbegai kesukaran dalam logika.
Betapapun juga, dalil yang dikemukakan oleh Zeno itu
kembali dipersoalkan oleh ahli-ahli pikir dalam abad ke 17 dan ke 18. Ya dalam
abad ke 20 ini juga filosof yang ternama memperbincangkannya.
Zeno mengemukakan paradox, keterangan yang
mengandung pertentangan itu, semata-mata untuk menyatakan, bahwa kalau yang ada
itu dipandang sebagai “yang banyak”, dasar keterangannya mengandung sifat yang
berlawanan.
4. MELISSOS
4. MELISSOS
Melissos berasal dari Samoa, sebuah kota di Grik di
tanah perantauan. Masa hidupnya tidak diketahui benar. Yang diketahui orang
hanya dia sangat terkemuka dalam dunia filosofi Elea dari tahun 444 -441
sebelum Masehi. Selain sebagai filosof, Melissos terkenal juga sebagai pahlawan
dalam turut berperang membela Atena.
Melissos mempertahankan ajaran gurunya Parmenides dengan mengemukakan alasan yang positif. Artinya ia melahirkan keterangan untuk menguatkan ajaran gurunya. Tidak seperti Zeno, yang membalikkan kritik atas logika lawannya untuk membenarkan pendiriannya sendiri.
“Yang ada selalu ada dan akan tetap ada” demikian kata Melisos. Yang Ada itu kekal. Sebab, jika sekiranya Yang Ada itu dijadikan atau terjadi, sudah tentu kejadiannya itu timbul dari yang Tidak Ada. Dan jika mulanya itu “Tudak Ada” nyatalah bahwa dari “yang tidak ada” hanya bisa timbul “yang tidak”. Mustahil akan keluar “yang ada” dari “yang tidak ada”. Oleh karena itu Yang Ada mestilah kekal dan tidak berubah-ubah.
Melissos mempertahankan ajaran gurunya Parmenides dengan mengemukakan alasan yang positif. Artinya ia melahirkan keterangan untuk menguatkan ajaran gurunya. Tidak seperti Zeno, yang membalikkan kritik atas logika lawannya untuk membenarkan pendiriannya sendiri.
“Yang ada selalu ada dan akan tetap ada” demikian kata Melisos. Yang Ada itu kekal. Sebab, jika sekiranya Yang Ada itu dijadikan atau terjadi, sudah tentu kejadiannya itu timbul dari yang Tidak Ada. Dan jika mulanya itu “Tudak Ada” nyatalah bahwa dari “yang tidak ada” hanya bisa timbul “yang tidak”. Mustahil akan keluar “yang ada” dari “yang tidak ada”. Oleh karena itu Yang Ada mestilah kekal dan tidak berubah-ubah.
Yang Ada itu mestilah tidak berubah-ubah, sebab
tiap-tiap perubahan itu sama juga dengan “terjadi” atau “hilang”.Pendeknya,
“yang ada itu baqa, tidak berbatas, satu, selalu sama, tidak bergerak dan tidak
pernah merasa susah”.
Di sini disebutnya juga “tidak merasa susah”, sebab barang yang merasa susah tidak dapat bersifat baka.
Di sini disebutnya juga “tidak merasa susah”, sebab barang yang merasa susah tidak dapat bersifat baka.
Tentang “yang ada” tidak bergerak, Melissos
mengemukakan sebuah pikiran baru, yang bertentangan dengan pendirian Pamenides.
Menurut pendapat Pamenides, yang ada itu bangunnya bulat. Melissos mengatakan,
Yang ada itu tidak berhingga. Jika sekiranya ia berhingga, mestilah ia
mempunyai permulaan dan akhir, dan dia itu akan dibatasi oleh “yang tidak ada”.
Dan kalau “yang tidak ada” itu menjadi batas, adalah ia, dan itu barang yang
mustahil. Yang ada itu, sebab ia satu, tidak mempunyai tubuh. Jika sekiranya ia
mempunyai tubuh, ia mempunyai tebal. Dan kalau ia mempunyai tebal, ia pun
mempunyai bagian, dan karena itu ia tidak satu lagi
Filosofi Elea ini mempengaruhi aliran pikiran dalam
masa sesudahnya, terutama karena tajamnya siku pengertian yang dikemukakannya.
Sepintas lalu uraiannya itu seperti persilatan kata saja,. Ini teristimewa pada Zeno. Tetapi jika diperhatikan logika yang tersangkut didalamnya, terbayang keluar dasar dialektika. Dialektik yaitu cara memikirkan hal selanjut-lanjutnya sampai kepada yang sebaliknya. Tiap pengertian mengandung pertentangannya.
Cara filosof-filosof Elea memaparkan soal dan dalilnya sangat baru dimasa itu. Rupanya bertentangan dengan segala yang lahir. Sebab itu ia menimbulkan perlawanan yang hebat. Kesukaran yang dirasai oleh lawannya tersimpul pada pokok pengertiannya, yang mengatakan Ada = Ada. Ini sukar membantah kebenarannya. Dan kelanjutannya ialah, bahwa diluar yang ada itu tidak ada yang lain lagi. Sebab itu filosofi Elea yang tidak mementingkan yang lahir, mendorongkan pikiran kealam logika. LOGIKA arti mudahnya yaitu : MENYUSUN JALAN PIKIRAN MENURUT HUKUM YANG TERTENTU. Jalan pikiran yang tak boleh meloncat-loncat !
Sepintas lalu uraiannya itu seperti persilatan kata saja,. Ini teristimewa pada Zeno. Tetapi jika diperhatikan logika yang tersangkut didalamnya, terbayang keluar dasar dialektika. Dialektik yaitu cara memikirkan hal selanjut-lanjutnya sampai kepada yang sebaliknya. Tiap pengertian mengandung pertentangannya.
Cara filosof-filosof Elea memaparkan soal dan dalilnya sangat baru dimasa itu. Rupanya bertentangan dengan segala yang lahir. Sebab itu ia menimbulkan perlawanan yang hebat. Kesukaran yang dirasai oleh lawannya tersimpul pada pokok pengertiannya, yang mengatakan Ada = Ada. Ini sukar membantah kebenarannya. Dan kelanjutannya ialah, bahwa diluar yang ada itu tidak ada yang lain lagi. Sebab itu filosofi Elea yang tidak mementingkan yang lahir, mendorongkan pikiran kealam logika. LOGIKA arti mudahnya yaitu : MENYUSUN JALAN PIKIRAN MENURUT HUKUM YANG TERTENTU. Jalan pikiran yang tak boleh meloncat-loncat !
IV. PYTHAGORAS DAN PENGIKUTNYA.
Filosof Pythagoras mempunyai kedudukan tersendiri
dalam alam pikiran Yunani.
Filosofinya berdasarkan kepada pandangan agama dan paham keagamaan. Suatu tarekat, atau boleh juga disebut suatu aliran mistik.
Pythagoras berasal dari Samos. Ia dilahirkan kira-kira dalam tahun 580 sebelum Masehi. Menurut umurnya ia sepangkat dengan Xenophanes.
Menurut berbagai keterangan, Pythagoras terpengaruh oleh aliran mistik yang berkembang di waktu itu dalam alam Yunani, yang bernama ORFISISME.
Ujung tarikat Pythagoras ialah mendidik kebathinan dengan mensucikan ruh.
Pythagoras percaya akan kepindahan jiwa dari makhluk yang sekarang kepada makhluk yang akan dating. Apabila seseorang meninggal, jiwanya kembali ke dunia, masuk dalam badan salah satu hewan. Menurut cerita, yang maksudnya barangkali mau menyindir, Pythagoras pada suatu hari sedang berjalan-jalan. Tampak olehnya ada seorang memukul anjing, sehingga anjing itu menjerit-jerit. Lalu ia berkata : “Hai anak, jangan dipukul anjing itu, didalamnya ada jiwa seorang sahabatku, terdengar olehku daripada jeritannya”.
Menurut Pythagoras manusia itu asalnya Tuhan. Jiwa itu adalah penjelmaan daripada Tuhan yang jatuh ke dunia karena berdosa. Dan ia akan kembali ke langit ke dalam lingkungan Tuhan bermula, apabila sudah habis di cuci dosanya itu. Tetapi kemurnian tidak tercapai sekaligus, melainkan berangsur-angsur.Sebab itu jiwa itu berulang-ulang turun ke tubuh makhluk dahulu. Dengan jalan begitu , dari setingkat-ke setingkat ia mencapai kemurnian. Untuk mencapai hidup murni, haruslah orang memantangkan makan daging dan kacang. Menurut kepercayaannya, sifat binatang yang buas hinggap di udara. Dengan kepercayaannya itu Pythagoras penganjur vegetarisme, memakan sayur dan buah-buahan.
Tetapi tak cukup orang hidup dengan membersihkan hidup jasmani saja. Juga hidup rohani teristimewa harus diperhatikan. Manusia harus berzikir senantiasa untuk mencapai senantiasa untuk mencapai kesempurnaan hidupnya.
Hidup di dunia ini menurut paham Pythagoras adalah persediaan buat akherat. Sebab itu semula dari sini dikerjakan hidup di hari kemudian itu. Berlagu dengan musik adalah juga sebuah jalan untuk membersihkan ruh. Dalam penghidupan kaum Pythagoras musik itu dimuliakan.
Peraturan hidup dalam tarekat Pythagoras itu amat keras. Tiap-tiap orang yang akan diterima menjadi anggotanya, hendaknlah berdiam diri lebih dahulu, dan TIDAK BERKATA-KATA LIMA TAHUN LAMANYA. Apabila ia tahan menanggung percobaan itu, barulah dia diakui sebagai kawan. Tiap-tiap hari ditentukan benar pembagian kerja antara pikiran dan gerak badan.
Pythagoras sendiri tidak meninggalkan ajaran yang tertulis. Apa yang keluar dari mulutnya sendiri susah memisahkan dari yang ditambahkan oleh murid-muridnya. Pelajaran dari guru dan murid sudah bercampur menjadi satu kepercayaan.
Sebab itu orang tak dapat mengatakan semuanya itu ajaran Pythagoras. Harus dikatakan paham kaum Pythagoras, orang hanya tau bahwa Pythagoras besar pengaruhnya. Oleh pengikutnya Pythagoras dipandang sebagai dewa. Apa yang dikatakan pasti benar. Kalau ada orang mengatakan bahwa itu tidak benar, mereka menjawab dengan mudah : “Ya, Pythagoras sendiri mengatakan begitu”.Artinya kalau Pythagoras yang mengatakan sudah pasti benar.
Filosofinya berdasarkan kepada pandangan agama dan paham keagamaan. Suatu tarekat, atau boleh juga disebut suatu aliran mistik.
Pythagoras berasal dari Samos. Ia dilahirkan kira-kira dalam tahun 580 sebelum Masehi. Menurut umurnya ia sepangkat dengan Xenophanes.
Menurut berbagai keterangan, Pythagoras terpengaruh oleh aliran mistik yang berkembang di waktu itu dalam alam Yunani, yang bernama ORFISISME.
Ujung tarikat Pythagoras ialah mendidik kebathinan dengan mensucikan ruh.
Pythagoras percaya akan kepindahan jiwa dari makhluk yang sekarang kepada makhluk yang akan dating. Apabila seseorang meninggal, jiwanya kembali ke dunia, masuk dalam badan salah satu hewan. Menurut cerita, yang maksudnya barangkali mau menyindir, Pythagoras pada suatu hari sedang berjalan-jalan. Tampak olehnya ada seorang memukul anjing, sehingga anjing itu menjerit-jerit. Lalu ia berkata : “Hai anak, jangan dipukul anjing itu, didalamnya ada jiwa seorang sahabatku, terdengar olehku daripada jeritannya”.
Menurut Pythagoras manusia itu asalnya Tuhan. Jiwa itu adalah penjelmaan daripada Tuhan yang jatuh ke dunia karena berdosa. Dan ia akan kembali ke langit ke dalam lingkungan Tuhan bermula, apabila sudah habis di cuci dosanya itu. Tetapi kemurnian tidak tercapai sekaligus, melainkan berangsur-angsur.Sebab itu jiwa itu berulang-ulang turun ke tubuh makhluk dahulu. Dengan jalan begitu , dari setingkat-ke setingkat ia mencapai kemurnian. Untuk mencapai hidup murni, haruslah orang memantangkan makan daging dan kacang. Menurut kepercayaannya, sifat binatang yang buas hinggap di udara. Dengan kepercayaannya itu Pythagoras penganjur vegetarisme, memakan sayur dan buah-buahan.
Tetapi tak cukup orang hidup dengan membersihkan hidup jasmani saja. Juga hidup rohani teristimewa harus diperhatikan. Manusia harus berzikir senantiasa untuk mencapai senantiasa untuk mencapai kesempurnaan hidupnya.
Hidup di dunia ini menurut paham Pythagoras adalah persediaan buat akherat. Sebab itu semula dari sini dikerjakan hidup di hari kemudian itu. Berlagu dengan musik adalah juga sebuah jalan untuk membersihkan ruh. Dalam penghidupan kaum Pythagoras musik itu dimuliakan.
Peraturan hidup dalam tarekat Pythagoras itu amat keras. Tiap-tiap orang yang akan diterima menjadi anggotanya, hendaknlah berdiam diri lebih dahulu, dan TIDAK BERKATA-KATA LIMA TAHUN LAMANYA. Apabila ia tahan menanggung percobaan itu, barulah dia diakui sebagai kawan. Tiap-tiap hari ditentukan benar pembagian kerja antara pikiran dan gerak badan.
Pythagoras sendiri tidak meninggalkan ajaran yang tertulis. Apa yang keluar dari mulutnya sendiri susah memisahkan dari yang ditambahkan oleh murid-muridnya. Pelajaran dari guru dan murid sudah bercampur menjadi satu kepercayaan.
Sebab itu orang tak dapat mengatakan semuanya itu ajaran Pythagoras. Harus dikatakan paham kaum Pythagoras, orang hanya tau bahwa Pythagoras besar pengaruhnya. Oleh pengikutnya Pythagoras dipandang sebagai dewa. Apa yang dikatakan pasti benar. Kalau ada orang mengatakan bahwa itu tidak benar, mereka menjawab dengan mudah : “Ya, Pythagoras sendiri mengatakan begitu”.Artinya kalau Pythagoras yang mengatakan sudah pasti benar.
Selain dari ia ahli mistik, Pythagoras juga terkenal
sebagi ahli pikir. Terutama dalam ilmu matematik dan ilmu berhitung kesohor
namanya. Banyak pengertian yang dalam-dalam berasal dari dia. Dialah yang
mula-mula sekali mengemukakan teori dari hal angka-angka yang menjadi dasar
ilmu berhitung.
Dan karena dialah orang mendapatkan keinsyafan bahwa berhitung itu bukan saja kecakapan menghitung seperti yang dikerjakan sehari-hari. Orang yang belajar matematik kenal akan SEGI-TIGA Pythagoras.
Dan karena dialah orang mendapatkan keinsyafan bahwa berhitung itu bukan saja kecakapan menghitung seperti yang dikerjakan sehari-hari. Orang yang belajar matematik kenal akan SEGI-TIGA Pythagoras.
Dan dari ilmu matematik Pythagoras melompat kedalam
dunia pandangan ! Alam ini katanya, tersusun sebagai angka-angka. Di mana ada
matematik, ada susunan, ada kesejahteraan. Bintang yang banyak di langit
menyatakan kedudukan yang teratur, kesejahteraan yang sebesar-basarnya.
Badan-badan di langit itu mempunyai gerak yang tertentu dan mempunyai irama
yang pasti, menurut irama yang tetap. Sebab itu Pyhagoras suka berkata tentang
“kesejahteraan di langit”. Mana yang bergerak, itu berbunyi. Sebab itu di
langit ada bunyi, ditimbulkan oleh gerakan bintang-bintang. Tinggi rendahnya
bunyi lagu itu semata-mata ditentukan oleh perbandinga jaraknya masingmasing.
Manusia tidak mendengar lagu yang sejahtera di langit itu karena ia sudah biasa
dengan itu sejak lahir.
Tetapi tidak di alam saja berkuasa matematik. Ia juga berkuasa dalam segala barang. Dengan jalan ini Pythagoras sampai kepada pokok ajarannya yang mengatakan bahwa :”segala barang adalah angka-angka”. Demikianlah pengaruh matematik atas diri dan pandangannya, sehingga pada segala barang ia melihat angka-angka. Dan oleh karena mistik yang dibawakan ke-angka-angka tadi, ia terjerumus kedalam dunia fantasi, dengan melekatkan berbagai paham yang ajaib pada angka-angka itu.
Tetapi tidak di alam saja berkuasa matematik. Ia juga berkuasa dalam segala barang. Dengan jalan ini Pythagoras sampai kepada pokok ajarannya yang mengatakan bahwa :”segala barang adalah angka-angka”. Demikianlah pengaruh matematik atas diri dan pandangannya, sehingga pada segala barang ia melihat angka-angka. Dan oleh karena mistik yang dibawakan ke-angka-angka tadi, ia terjerumus kedalam dunia fantasi, dengan melekatkan berbagai paham yang ajaib pada angka-angka itu.
Menurut kebiasaan, Pythagoras membedakan juga angka
yang genap dengan yang ganjil. Tetapi pengertian itu dilanjutkan. Yang genap
tidak berhingga, dan yang ganjil itu menentukan. Sebagaimana angka terdiri dari
yang genap dan yang ganjil demikian juga barang-barang di dunia ini tersusun
dari pada yang bertentangan. Angka yang menjadi dasar ialah satu. Angka satu
itu genap dan juga ganjil. Jadinya tidak berhingga dan juga berhingga. Angka
tiga ajaib, sebab padanya terdapat awal, pertengahan dan akhir. Angka empat
mahabesar, sebab 1+2+3+4 = 10. Dan 10 adalah angka yang sepenuh=penuhnya. Sebab
hitungan dari sepuluh keatas tidak lain dari mengulangi saja lagi dari 1 sampai
10.
Dalam segala barang terdapat paduan dan hasil
daripada “dasar angka-angka”. Angka itu dasar dari segalanya. Segala
perhubungan dapat di tentukan dengan angka-angka. Demikian lagi : angka 1 ialah
titik, angka dua baris, angka 3 daratan, angka 4 badan. Selanjutnya angka 1
juga dasar laki-laki, angka 2 dasar perempuan. Juga keadilan, jiwa dan pikiran
tidak lain dari pada angka-angka.
Menurut Pythagoras, Kesucian dan kejernihan ruh yang sebesar-besarnya dicapai dengan menuntut ilmu. Hidup sehari-hari itu tidak lain daripada gelanggang tempat menonton. Orang banyak melakukan rolnya dalam gelanggang itu. Tetapi manusia yang utama melihat saja.
Menurut Pythagoras, Kesucian dan kejernihan ruh yang sebesar-besarnya dicapai dengan menuntut ilmu. Hidup sehari-hari itu tidak lain daripada gelanggang tempat menonton. Orang banyak melakukan rolnya dalam gelanggang itu. Tetapi manusia yang utama melihat saja.
Ajaran Pythagoras pada hakekatnya terlalu tinggi
bagi pengikutnya yang banyak. Sebab itu terjadi akhirnya perpecahan dalam dua
cabang : aliran mistik keagamaan dan aliran ilmu. Kaum Pythagoras terbanyak
yang mendewakan gurunya tidak tertarik hatinya dengan ajaran-ajaran tentang
angka-angka, matematik, perhubungan musik dan ilmu bintang. Semuanya
dipandangnya tidak berfaedah dan terlalu gaib. Mereka semata-mata menempuh
jalan mensucikan ruh dengan hidup bersahaja, berjalan dengan tidak beralas
kaki, dan tidak makan daging, ikan dan kacang. Dengan berbuat begitu mereka
menyangka bahwa mereka telah melakukan ajaran gurunya.
Demikianlah gugurnya mazhab Pythagoras. Tetapi
namanya tercantum dalam sejarah pikiran ilmu sebagai pembuka berbagai jalan.
Muridnya yang agak ternama karena banyak menulis ajaran gurunya ialah
Philolaos. Tentang angka-angka Philolaos berkata bahwa angka itu tanda
kebenaran.Tidak ada barang yang benar dan jelas tampaknya, jika perhubungannya ke
luar dan ke dalam tidak ditentukan oleh angka-angka. Sekian tentang Pythagoras
dan pengikutnya !
V. FILOSOFI ALAM LAGI
V. FILOSOFI ALAM LAGI
Dalam bagian pertama abad kelima sebelum Masehi
timbul kembali filosofi alam. Guru-gurunya yang ternama ialah : EMPEDOKLES,
ANAXAGORAS, LEUKIPPOS dan DEMOKRITOS.
Seperti juga dengan pendirian filosofi alam yang
pertama, mereka mencari asal dari segalanya kepada benda. Tetapi mereka tidak
melengahkan sama sekali ajaran filosof-filosof yang terdahulu.
Sepadan dengan filosofi Elea, mereka berpendapat
bahwa substansi barang yang asal, tidak berubah-ubah. Oleh karena itu tidak ada
yang “menjadi” dan yang “hilang”. Sebaliknya mereka berpendapat bahwa barang
yang asal itu tidak satu, mlainkan banyak. Disini mereka bertentangan dengan
paham Elea, dan lebih dekat kepada yang lahir.
Yang kelihatan sebagai “timbul” dan “hilang” sebenarnya tak lain daripada bertaut dan berpisah atau bercampur dan bercerai. Substansi yang banyak itu bercampur satu sama lain, atau bercerai daripada percampuran itu. Karena itu kelihatan “timbul” dan “hilang”. Tetapi sebenarnya timbul dan hilang itu tidak ada karena yang banyak itu tetap ada.
Yang kelihatan sebagai “timbul” dan “hilang” sebenarnya tak lain daripada bertaut dan berpisah atau bercampur dan bercerai. Substansi yang banyak itu bercampur satu sama lain, atau bercerai daripada percampuran itu. Karena itu kelihatan “timbul” dan “hilang”. Tetapi sebenarnya timbul dan hilang itu tidak ada karena yang banyak itu tetap ada.
1. EMPEDOKLES
Empedokles lahir di kota Akragas di pulau Sisilia.
Masa hodupnya disebut orang dari tahun 490 – 430 sebelum Masehi. Ia terbilang
turunan dari orang yang ternama dan berpengaruh. Dia sendiri pernah diminta
orang untuk menjadi raja, tapi ditolaknya. Rupanya ia ingin mencapai perdamaian
hidup, tak suka melihat percekcokan politik di dalam kotanya. Sebab itu ditinggalkannya
tempat kelahirannya itu dan pergilah ia mengembara kemana-mana. Kerjanya
menyanyi, menyanyikan lagu kesucian. Dengan jalan itu ia ingin memimpin ruh
manusia kepada kebaikan. Selain dari itu ia juga berlaku sebagai tabib.
Kedua-duanya, ruhani dan jasmani akan diobatinya.
Dalam sikap hidupnya, Empedokles banyak terpengaruh
oleh aliran mistik orfisisme dan ajaran Pythagoras. Menurut kepercayaannya,
manusia itu asalnya Tuhan. Ia jatuh ke dunia karena berdosa. Dan hidup di dunia
adalah suatu hukuman baginya untuk menghapus dosanya itu. Apabila dosa itu
sudah habis, barulah manusia kembali kepada asalnya. Jalan penghapusan dosa itu
ialah hidup berkurban membersihkan diri. Dia sendiri merasa sebagai Tuhan yang
terbuang.
Empedokles mengajarkan bahwa alam ini pada mulanya satu, disatukan oleh CINTA. Cinta adalah kodrat yang membawa bersatu, bercampur. Tetapi alam yang satu tadi dipecah oleh BENCI, kodrat yang menjadi pokok perpisahan dan persengketaan. Karena BENCI itulah sukar hidup di dunia ini.
Tetapi orang jangan lupa, bahwa manusia asalnya Tuhan dan akhirnya akan kembali juga menjadi Tuhan. Sebab itu hendaklah ia hidup berkasih-kasihan, cinta-mencintai satu sama lain. Cinta itu membuka kembali jalan pulang ke langit yang suci, ke dalam pangkuan Tuhan. Lihatlah, katanya, akibat cinta itu di dunia ini saja. Percintaan menjadikan orang menjadi suami isteri. Cinta menimbulkan keinginan bersatu, membawa kesejahteraan, harmoni dalam alam semesta.
Alam tersusun daripada anasir yang asal. Jumlahnya empat : UDARA, API, AIR DAN TANAH. Keempatnya itu masing-masing pemangku sifat yang empat pula : dingin, panas, basah dan kering.
Ajaran tentang anasir yang empat itu besar sekali pengaruhnya di kemudian dalam ilmu alam, sanpai di abad yang ke 17.
Empedokles mengajarkan bahwa alam ini pada mulanya satu, disatukan oleh CINTA. Cinta adalah kodrat yang membawa bersatu, bercampur. Tetapi alam yang satu tadi dipecah oleh BENCI, kodrat yang menjadi pokok perpisahan dan persengketaan. Karena BENCI itulah sukar hidup di dunia ini.
Tetapi orang jangan lupa, bahwa manusia asalnya Tuhan dan akhirnya akan kembali juga menjadi Tuhan. Sebab itu hendaklah ia hidup berkasih-kasihan, cinta-mencintai satu sama lain. Cinta itu membuka kembali jalan pulang ke langit yang suci, ke dalam pangkuan Tuhan. Lihatlah, katanya, akibat cinta itu di dunia ini saja. Percintaan menjadikan orang menjadi suami isteri. Cinta menimbulkan keinginan bersatu, membawa kesejahteraan, harmoni dalam alam semesta.
Alam tersusun daripada anasir yang asal. Jumlahnya empat : UDARA, API, AIR DAN TANAH. Keempatnya itu masing-masing pemangku sifat yang empat pula : dingin, panas, basah dan kering.
Ajaran tentang anasir yang empat itu besar sekali pengaruhnya di kemudian dalam ilmu alam, sanpai di abad yang ke 17.
Ssungguhnya tiap-tiap barang terjadi dari pada
percampuran anasir yang empat itu, anasir yang empat itu sendiri tidak
mempunyai kodrat. Gerakan bercampur dan berpisah itu disebabkan oleh dua dasar
yang lain, yang berada di luarnya. Dasar itu ialah CINTA dan BENCI. Cinta dan
benci itu bukan perasaan semata-mata. Kedua-duanya itu barang yang bertubuh
juga, sekalipun amat halus tubuhnya itu.
Menurut pendapat Empedokles, alam ini pada
permulaannya bercampur jadi satu karena kodrat cinta. Dalam keadaan yang asal
itu tidak ada yang terpisah-pisah. Tidak ada barang satu-satunya yang
sebuah-sebuah. Semuanya satu.
Kemudian datang Benci membawa perpisahan. Benci membalikkan keadaan itu sama sekali, sehingga semuanya terpisah-pisah. Tidak ada yang bercampur lagi Dalam keadaan yang dikuasai oleh benci itu, barang satu-satunya pun tak ada. Yang ada hanya anasir yang empat, yang tidak bercampur sedikit juga.
Sesudah itu datang lagi pengaruh cinta. Karena itu terjadilah percampuran dan timbullah barang satu-satunya. Makin besar pengaruh cinta itu, makin banyak terjadi percampuran. Akhirnya lenyap pula barang satu-satunya itu. Semuanya bercampur jadi satu, sebagaimana bermula. Sesudah itu berlaku lagi kodrat sebaliknya. Demikianlah seterusnya, cinta dan benci berganti-genati berpengaruh dan berkuasa.
Kemudian datang Benci membawa perpisahan. Benci membalikkan keadaan itu sama sekali, sehingga semuanya terpisah-pisah. Tidak ada yang bercampur lagi Dalam keadaan yang dikuasai oleh benci itu, barang satu-satunya pun tak ada. Yang ada hanya anasir yang empat, yang tidak bercampur sedikit juga.
Sesudah itu datang lagi pengaruh cinta. Karena itu terjadilah percampuran dan timbullah barang satu-satunya. Makin besar pengaruh cinta itu, makin banyak terjadi percampuran. Akhirnya lenyap pula barang satu-satunya itu. Semuanya bercampur jadi satu, sebagaimana bermula. Sesudah itu berlaku lagi kodrat sebaliknya. Demikianlah seterusnya, cinta dan benci berganti-genati berpengaruh dan berkuasa.
Daripada yang hidup di dunia ini terdapat bermula
tumbuh-tumbuhan. Kemudian datanglah binatang, yang pada mulanya tak karuan
rupanya. Ada mulut dengan tiada kepala; ada leher dengan tiada badan; ada
tangan tetapi tak ada bahu; ada mata tetapi tak ada muka; (koment : aduh, seram
amat yah tu makhluk,)
Makhluk separoh separoh itu bertaut-taut kemudian. Dari itu terjadi hewan pertama. Hewan itu lenyap lagi. Tetapi diantaranya ada yang tinggal hidup, sampai beranak-anak. Makin panjang turunannya makin baik bentuknya. Paham ini agak menyerupai paham Anaximandros.
Dalam pandangan filosofi yang lalu sudah ada dikemukakan tiga macam anasir yang menjadi pokok segala-galanya. Thales mengatakn air, Anaximenes bilang udara, Herakleitos mengatakan api. Empedokles mengambil ketiga-tiganya jadi pokok dan ditambahkan satu lagi yaitu tanah. Di sini seolah-oleh dia mau menyatukan paham yang terpisah-pisah dan meneruskan jalan pikiran filosofi yang sudah berkembang. Dari segala paham ada padanya, dibulatkan dan digenapkannya. Pandangannya itu boleh jadi terpengaruh juga oleh sikap hidupnya yang dipimpin oleh jiwa yang mencari kesejahteraan dan perdamaian.
2. ANAXAGORAS
Makhluk separoh separoh itu bertaut-taut kemudian. Dari itu terjadi hewan pertama. Hewan itu lenyap lagi. Tetapi diantaranya ada yang tinggal hidup, sampai beranak-anak. Makin panjang turunannya makin baik bentuknya. Paham ini agak menyerupai paham Anaximandros.
Dalam pandangan filosofi yang lalu sudah ada dikemukakan tiga macam anasir yang menjadi pokok segala-galanya. Thales mengatakn air, Anaximenes bilang udara, Herakleitos mengatakan api. Empedokles mengambil ketiga-tiganya jadi pokok dan ditambahkan satu lagi yaitu tanah. Di sini seolah-oleh dia mau menyatukan paham yang terpisah-pisah dan meneruskan jalan pikiran filosofi yang sudah berkembang. Dari segala paham ada padanya, dibulatkan dan digenapkannya. Pandangannya itu boleh jadi terpengaruh juga oleh sikap hidupnya yang dipimpin oleh jiwa yang mencari kesejahteraan dan perdamaian.
2. ANAXAGORAS
Anaxagoras di lahirkan di kota Klazomenae di Asia
Minor. Ia hidup dari tahun 500 – 428 sebelum Masehi. Pada waktu mudanya ia
pergi ke Atena. Pada waktu itu Atena sedang lagi menempuh zaman Emas.
Perniagaan dan seni serta literature sama-sama dalam kemajuan.
Menurut kepercayaan orang Grik pada waktu itu,
matahari dan bulan adalah dewa. Anazagoras mengajarkan bahwa matahari itu tak
lain daripada batu bercahaya. Bulan itu mempunyai padang, gunung, lurah dan
sungai dan didiami oleh manusia juga seperti di bumi kita ini. Gerhana bulan
adalah tersebab karena dilindungi bumi sehingga cahaya matahari tak sampai
padanya.
Bagi Anaxagoras anasir yang asal itu tidak empat,
sebagaimana yang diajarkan oleh Empedokles, melainkan banyak, dan tak terhitung
jumlahnya.
Barang yang asal tidak bisa berubah jadi yang baru. Keadaannya tetap. Oleh karena itu anasir yang asal itu mestilah ada pada tiap-tiap barang. Artinya tidak ternilai banyaknya. Kalau dari segalanya bisa terjadi segalanya, maka ada segalanya itu dalam segalanya. Tiap-tiap barang mengandung zat dari segala barang. Dalam roti dalam air sudah ada zat kulit, zat darah, zat daging dan zat tulang. Jika tidak begitu, roti yang dimakan dan air yang diminum itu tidak bisa membarui kulit kita, tidak bisa menjadi daging, tulang dan darah.
Barang yang berlain-lain rupanya itu bergantung kepada kedudukan campuran anasir yang asal. Anasir yang terbanyak dalam campuran itu menentukan rupa barang itu.
Barang yang asal tidak bisa berubah jadi yang baru. Keadaannya tetap. Oleh karena itu anasir yang asal itu mestilah ada pada tiap-tiap barang. Artinya tidak ternilai banyaknya. Kalau dari segalanya bisa terjadi segalanya, maka ada segalanya itu dalam segalanya. Tiap-tiap barang mengandung zat dari segala barang. Dalam roti dalam air sudah ada zat kulit, zat darah, zat daging dan zat tulang. Jika tidak begitu, roti yang dimakan dan air yang diminum itu tidak bisa membarui kulit kita, tidak bisa menjadi daging, tulang dan darah.
Barang yang berlain-lain rupanya itu bergantung kepada kedudukan campuran anasir yang asal. Anasir yang terbanyak dalam campuran itu menentukan rupa barang itu.
Pandangan filosofi Anaxagoras yang berpaling kealam,
banyak menyerupai keterangan ilmu. Apa yang dikatakannya tentang barang makanan
yang mengandung zat kulit, zat darah, zat daging dan zat tulang, mudah membuka
pikiran untuk menyelediki soal makanan lebih jauh dengan berbagai percobaan.
Pikiran dan pengalaman dapat dirangkai jalannya.
Sepadan dengan Empedokles, Anaxagoras berpendapat
bahwa campuran dan perpisahan anasir yang asal itu digerakkan oleh kodrat dari
luar. Tetapi berlainan dengan Empedokles ia mengatakan, bahwa kodrat yang
mengemudikan itu Cuma satu. Kodrat itu dinamainya NUS. Nus itulah yang menyusun
alam ini dari keadaan yang kacau balau bermula.
Tentang sifat Nus itu, Anaxagoras masih terpengaruh
oleh masanya. Orang Grik di masa itu masih belum dapat memahamkan barang yang
tidak bertubuh, Sebab itu dalam pandangan Anaxagoras Nus itu bertubuh juga.
Tetapi tubuhnya itu sangat halus, keadaannya murni, tidak bercampur sedikitpun
dengan barang yang ada di alam ini. Kemurnian itulah yang menjadi sebab
kuasanya atas yang lain.
Nus itu asal dan penghabisan dari segala-galanya. Ia ada dalam segalanya, tetapi bukan bagian daripada itu. Ia tidak berhingga, berkuasa atas dirinya sendiri dan berada sendirinya pula. Tidak ada yang menyerupai dan yang mencampurinya. Ia kemauan yang menyusun dan memimpin segala-galanya. Segala yang berlaku menurut hukumnya, semuanya itu disebabkan oleh Nus.
Dengan pandangan semacam itu tentang kemauan yang mengemudikan alam, Anaxagoras sudah dekat epada agama yang percaya kepada Tuhan Yang Esa. Cuma pandangannya bukan pandangan agama.
Nus itu asal dan penghabisan dari segala-galanya. Ia ada dalam segalanya, tetapi bukan bagian daripada itu. Ia tidak berhingga, berkuasa atas dirinya sendiri dan berada sendirinya pula. Tidak ada yang menyerupai dan yang mencampurinya. Ia kemauan yang menyusun dan memimpin segala-galanya. Segala yang berlaku menurut hukumnya, semuanya itu disebabkan oleh Nus.
Dengan pandangan semacam itu tentang kemauan yang mengemudikan alam, Anaxagoras sudah dekat epada agama yang percaya kepada Tuhan Yang Esa. Cuma pandangannya bukan pandangan agama.
Nus menjadikan alam ini. Sebelum alam terkembang,
segala barang berkumpul jadi satu. Semuanya kabut. Kabut itu terdiri daripada
yang halus sekali dan tak ternilai banyaknya. Tiap-tiap benda itu mempunyai
sifat sendiri. Inilah zat dunia.
Setelah sekian masa barang-barang itu terdiam seperti itu, datanglah Nus menggerakkannya dan menyusunnya. Mula-mula digerakkannya taufan yang berputar-putar dengan sehebat-hebatnya. Karena putaran taufan itu terpisah-pisahlah zat asalnya tadi. Yang serupa terkumpul kepada yang serupa. Karena itu terjadilah dua macam barang yang menjadi bahan utama bagi dunia ini, yaitu udara dan eter. ETER itu dipandang sebagai zat-zat yang halus sekali yang megisi lapangan sekeliling dunia.
Setelah sekian masa barang-barang itu terdiam seperti itu, datanglah Nus menggerakkannya dan menyusunnya. Mula-mula digerakkannya taufan yang berputar-putar dengan sehebat-hebatnya. Karena putaran taufan itu terpisah-pisahlah zat asalnya tadi. Yang serupa terkumpul kepada yang serupa. Karena itu terjadilah dua macam barang yang menjadi bahan utama bagi dunia ini, yaitu udara dan eter. ETER itu dipandang sebagai zat-zat yang halus sekali yang megisi lapangan sekeliling dunia.
Olah karena putaran taufan tadi, membawa berputar
segala-galanya, terjadilah susunan teratur. Barang yang padat, yang basah, yang
dingin dan yang gelap berkumpul ke tengah. Yang tipis, yang panas dan yang
kering berputar kesebelah luar. Kemudian awan yang gelap, yang terletak di
tengah berubah menjadi air. Dari air itu menjadi anah, dan dari tanah berkat
pengaruh udara yang sangat dingin, terjadilah batu.
Bukan saja bumi, matahari, bulan dan bintang yang banyak itu berputar karena pusaran taufan bermula tadi, tetapi juga lapangan alam. Lapangan besar itu berputar sekeliling sumbunya.
Bukan saja bumi, matahari, bulan dan bintang yang banyak itu berputar karena pusaran taufan bermula tadi, tetapi juga lapangan alam. Lapangan besar itu berputar sekeliling sumbunya.
Menurut pendapat Anaxagoras lapangan itu tidak
berhingga. Sebab itu tidak satu saja alam, melainkan banyak. Di luar alam kita
ini, boleh jadi ada alam lain yang tersusun seperti alam kita ini. Ada bumi
yang didiami manusia, ada matahari, bulannya dan bintang-bintangnya.
Sebagaimana alam tak berhingga dalam lapangan,
demikian juga dalam waktu. Kemajuan dunia ini berjalan terus dengan tiada
berkeputusan. Mana yang lalu tak kembali lagi kepada permulaannya.
Tentang yang hidup di dunia ini Anaxagoras berkata,
bahwa tanaman-tanaman ada juga jiwanya. Ia mempunyai perasaan, tahu gembira dan
duka cita. Ia pun mempunyai pikiran dan pendapat. Tumbuh-tumbuhan terjadi
bermula karena tanah yang basah itu menerima benih yang terkandung dalam udara.
Dan binatang terjadi karena yang basah di bumi tadi menerima bibit dari langit,
atas pengaruh yang panas.
Tentang pancaindra ia berkata, bahwa sesuatu barang
yang kita ketahui adanya barang yang serupa, melainkan karena ada yang
sebaliknya. Kita ketahui yang panas karena ada yang dingin, dan sebaliknya kita
ketahui yang dingin karena ada yang panas. Mana yang sama panas dengan kita,
tidak terasa oleh kita. Sebab itu tidak berpengaruh atas kita.
Pancaindra terlalu lemah untuk mengetahui kebenaran.
Ia tidak sanggup melihat sesuatunya, sampai kedalam segala bagian-bagiannya.
Hanya pikiran dapat memandang begitu jauh. Semuanya itu diketahui oleh akal
yang menyusun dunia ini. Dan kesenangan hati yang sebesar-sebesarnya ialah
berpikir tentang langit dan alam semesta.
Demikianlah Anaxagoras menggambarkan kejadian dan kedudukan alam. Ditilik dari jurusan masanya, keterangannya adalah suatu pendapat ilmu yang tak ternilai harganya. Apa yang dikatakannya dapat ditimbang dengan akal, dapat dipergunakan sebagai alasan untuk berpikir lebih jauh. Sesungguhnya tidak mengherankan, sebab selain sebagai filosofi, Anaximandros juga ahli matematik dan astronomi.
Demikianlah Anaxagoras menggambarkan kejadian dan kedudukan alam. Ditilik dari jurusan masanya, keterangannya adalah suatu pendapat ilmu yang tak ternilai harganya. Apa yang dikatakannya dapat ditimbang dengan akal, dapat dipergunakan sebagai alasan untuk berpikir lebih jauh. Sesungguhnya tidak mengherankan, sebab selain sebagai filosofi, Anaximandros juga ahli matematik dan astronomi.
Diukur dengan pengetahuan ilmu yang sekarang tentang
bumi dan langit, pendapatnya itu banyak yang salah dan tak sesuai. Tetapi di
antara yang terasa olehnya dahulu, ada yang jadi dugaan dikemudian hari. Di
masa kita ini banyak ahli astronomi yang berpendapat, bahwa bintang di alam itu
tersusun berkampung-kampung. Satu diantaranya yang paling besar, ialah
“lingkungan Milkway”, bimasakti, yang memutih tampaknya melingkung langit.
Dalam kampung in diam matahari kita. Yang juga bintang dengan anaknya (planit)
yang sembilan yang berputar sekelilingnya. Diluar kampung bimaskti itu banyak
lagi kampung bintang. Apakah bedanya ini pada dasarnya dengan perasaan
Anaxagoras tentang alam yang banyak?
Apa yang dikatakannya tentang tumbuh-tumbuhan yang
juga merasa riang dan duka, kita dengar dalam abad ini dari mulut seorang ahli
botani kesohor J.C. Bose. Dan Bose menyatakan pendapatnya sebagai hasil
pemeriksaan yang teliti. Siapa yang tak percaya, dipersilahkan datang ke India
dan memeriksa sendiri dalam laboratoriumnya yang lengkap dengan perkakasnya.
3. LEUKIPPOS
Leukippos berasal dari Miletus. Ia murid dari
Parmenides. Dan guru dari Demokritos. Sejarah hidupnya hampir tidak diketahui
orang.
Leukippos tersebut sebagai pujangga yang pertama kali mengajarkan dari hal ATOM. Atom asal dari perkataan Grik : a = tidak, dan toom = terbagi. Jadinya “atom” artinya tidak dapat dibagi lagi.
Leukippos tersebut sebagai pujangga yang pertama kali mengajarkan dari hal ATOM. Atom asal dari perkataan Grik : a = tidak, dan toom = terbagi. Jadinya “atom” artinya tidak dapat dibagi lagi.
Menurut Leukippos, atom itu adalah benda yang
sekecil-kecilnya, bagian yang penghabisan dari segala barang. Tiap-tiap benda
terjadi daripada perhubungan atom itu. Karena sangat kecilnya atom itu tidak
kelihatan. Tapi ia tetap ada, tidak hilang-hilang dan tidak berubah-ubah. Ia
pun tidak terjadi, melainkan sudah ada sejak semulanya. Ia bergerak dengan tiada
berhenti, atas kodratnya sendiri.
Kejadian dunia daripada perhubungan atom diterangkannya dengan memakai dua dasar : yang penuh dan yang kosong. Kedua dasar itu disamakan dengan “ada” dan “tidak ada” dalam filosof Elea. Itu dipakainya sebagai pengganti pengertian Elea yang gaib itu.
Kejadian dunia daripada perhubungan atom diterangkannya dengan memakai dua dasar : yang penuh dan yang kosong. Kedua dasar itu disamakan dengan “ada” dan “tidak ada” dalam filosof Elea. Itu dipakainya sebagai pengganti pengertian Elea yang gaib itu.
Atom itu dinamainya yang penuh. Betapa juga
kecilnya, hingga tiada kelihatan, atom itu ada bertubuh. Dan segala barang yang
bertubuh mengisi lapang. Di sebelah yang penuh itu terdapat yang kosong. Dari
yang penuh dan yang kosong itulah terdiri alam ini.
Kedua-duanya mesti ada. Sebab kalau tak ada yang
kosong, atom itu tidak bergerak. Yang kosong itu ialah syarat, supaya atom atom
itu dapat bergerak, berhubung dan berpisah. Karena pergerakan dan perhubungan
atom itu terjadilah barang-barang yang ada di alam ini.
Dalam perhubungan “yang penuh” dan “yang kosong” itu
tampak perbedaan Leukippos dengan filosofi Elea. Orang Elea meniadakan yang
kosong itu. Bagi Leukippos yang kosong itu ada.
Ada pula suatu peribahasa yang kesohor berasal dari
Leukippos. “Tak ada yang terjadi dengan tiada bersebab, tetapi semuanya terjadi
karena kemestian yang tertentu dan dibawah pengaruh hukum yang tertentu pula”.
Ucapan Leukippos ini sangat modern terdengar di telinga !
Ucapan Leukippos ini sangat modern terdengar di telinga !
5. DEMOKRITOS
Demokritos dilahirkan di Abdera, sebuah kota di
pantai Trasia, bagian Balkan. Ia hidup kira-kira di tahun 460 – 360 sebelum
Masehi. Ia tersebut sebagai seorang ahli ilmu alam yang berpengetahuan luas.
Buku-buku yang dikarangnya banyak sekali jumlahnya, dan isi karangannya
mengenai berbagai cabang ilmu: ilmu alam, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu tabib, hal
ihwal perang, etik dan banyak lagi.
Ia sendiri berkata bahwa ia lebih suka mengupas suatu soal matematik daripada menjadi raja Persia.
Ia sendiri berkata bahwa ia lebih suka mengupas suatu soal matematik daripada menjadi raja Persia.
Sepadan dengan pendapat guunya, Leukipoos, alam ini
bagi Demokritos tak lain daripada atom dan gerakannya. Atom itu tak bermula dan
tak berakhir, ada selama-lamanya. Jumlahnya banyak atom itu adalah benda yang
bertubuh, sekalipun sangat halus tubuhnya itu. Di antara atom yang banyak itu terdapat
lapang yang kosong tempat atom itu bergerak.
Untuk menyatakan, bahwa ada lapang yang kosong, Demokritos mengemukakan 4 fasal :
Untuk menyatakan, bahwa ada lapang yang kosong, Demokritos mengemukakan 4 fasal :
1.
Pergerakan
berkehendak akan lapang yang kosong, sebab yang penuh tak dapat lagi memuat
yang lain di dalamnya.
2.
Suatu barang
bisa jadi kembang atau padat, jika ada lapang yang kosong di antaranya.
3.
Hidup dari
kecil jadi besar tersebab karena makanan dapat masuk ke dalam lapang yang
kosong dalam badan.
4.
Jikalau
dimasukkan abu dalam sebuah gelas yang berisi air, melimpahlah sebagian air
itu. Tetapi air yang terbuang itu tidak sebanyak muatan ruang yang berisi abu
itu. Ini suatu tanda, bahwa ada lapang yang kosong dalam suatu barang yang
dimasuki oleh barang yang lain.
Atom dan lapang yang kosong adalah dua sendi bagi
keterangan Demokritos tentang alam ini. Tetapi ia sendiri merasa bahwa
keteranganya belum sempurna. Keterangannya itu menimbulkan suatu kesukaran
soal, yang dapat ia menyelesaikannya.
Jika atom itu dipandang sebagai benda, ia mempunyai tubuh, betapa juga kecilnya. Tiap-tiap yang bertubuh masih dapat dibagi, sekalipun pembagian itu dilakukan dalam pikiran saja. Dan sebuah benda yang masih dapat dibagi, belumlah jadi bagian yang penghabisan, atom.
Jika atom itu dipandang sebagai benda, ia mempunyai tubuh, betapa juga kecilnya. Tiap-tiap yang bertubuh masih dapat dibagi, sekalipun pembagian itu dilakukan dalam pikiran saja. Dan sebuah benda yang masih dapat dibagi, belumlah jadi bagian yang penghabisan, atom.
Demokritos sependapat dengan Herakleitos, bahwa
anasir yang utama adalah api. Api itulah yang paling sempurna dan paling mudah
bergeraknya. Ia terdiri daripada atom yang sangat halus, licin dan bulat. Ialah
yang jadi dasar bergerak dalam segala yang hidup. Atom api itu adalah jiwa.
Jiwa itu tersebar seluruh badan kita. Diantara tiap-tiap dua atom terdapat atom jiwa, inilah yang menjadi sebab bergerak. Dalam tiap anggota tubuh kita atom jiwa itu mempunyai jabatan yang tertentu. Begitulah otak tempat pikiran, jantung tempat amarah, hati tempat cinta atau keinginan.
Jiwa itu tersebar seluruh badan kita. Diantara tiap-tiap dua atom terdapat atom jiwa, inilah yang menjadi sebab bergerak. Dalam tiap anggota tubuh kita atom jiwa itu mempunyai jabatan yang tertentu. Begitulah otak tempat pikiran, jantung tempat amarah, hati tempat cinta atau keinginan.
Waktu menarik napas, kita tarik atom jiwa dari
udara, dan waktu menghembuskan napas, kita tolak ia keluar. Kita hidup hanya
selama kita bernapas.
Demikianlah Demokritos memudahkan soal jiwa sebagai soal gerakan atom saja. Alam pandanganya tak lain daripada atom dan lapang yang kosong.
Juga penglihatan, perasaan dan tujuan timbul dari gerakan atom itu.
Demokritos adalah filosof yang penghabisan daripada filofi alam. Ajarannya menyudahi pandangan kearah alam besar. Dalam pada itu ia boleh dipandang sebagai orang yang berdiri di batas. Dengan dia bermula pandangan baru, pandangan kedalam alam etik, soal tertib sopan. Dia yang bermula mengupas soal ini, dan filosofi sesudahnya meletakan soal itu ditengah-tengah.
Tetapi paham etik Demokritos masih terpaut kepada pandangannya tentang alam, terlepas sama sakali dari pengaruh rasa perasaan. Cita-cita agama yang menjadi semangat filosofi Empedokles dan Anaxagoras, tidak ada padanya. Etiknya semata-mata bersifat rasionalis, menurut akal saja.
*****
Jika diperhatikan jalan filosof alam yang kemudian ini, sejak dari Empedokles sampai ke Demokritos, tampak perubahan pandangan yang bukan sedikit.
Semuanya mencari barang yang asal kepada benda. Dunia tersusun daripada benda dan gerakannya, percampurannya dan perpisahannya. Tetapi dalam keterangan tentang gerakan benda itu timbul perbadaan paham seperti siang dengan malam.
Demikianlah Demokritos memudahkan soal jiwa sebagai soal gerakan atom saja. Alam pandanganya tak lain daripada atom dan lapang yang kosong.
Juga penglihatan, perasaan dan tujuan timbul dari gerakan atom itu.
Demokritos adalah filosof yang penghabisan daripada filofi alam. Ajarannya menyudahi pandangan kearah alam besar. Dalam pada itu ia boleh dipandang sebagai orang yang berdiri di batas. Dengan dia bermula pandangan baru, pandangan kedalam alam etik, soal tertib sopan. Dia yang bermula mengupas soal ini, dan filosofi sesudahnya meletakan soal itu ditengah-tengah.
Tetapi paham etik Demokritos masih terpaut kepada pandangannya tentang alam, terlepas sama sakali dari pengaruh rasa perasaan. Cita-cita agama yang menjadi semangat filosofi Empedokles dan Anaxagoras, tidak ada padanya. Etiknya semata-mata bersifat rasionalis, menurut akal saja.
*****
Jika diperhatikan jalan filosof alam yang kemudian ini, sejak dari Empedokles sampai ke Demokritos, tampak perubahan pandangan yang bukan sedikit.
Semuanya mencari barang yang asal kepada benda. Dunia tersusun daripada benda dan gerakannya, percampurannya dan perpisahannya. Tetapi dalam keterangan tentang gerakan benda itu timbul perbadaan paham seperti siang dengan malam.
Empedokles dan Anaxagoras memakai dasar dualisme,
dua keterangan, tentang kejadian alam. Alam terdiri dari pada anasir yang asal,
tetapi anasir itu bergerak karena kemuan dari luar. Di sebelah benda yang
menjadi bahan ada semangat yang mengatur. Paham mereka terpengaruh oleh
pandangan keagamaan. Ada yang menjadikan alam ini.
Pandangan agama itu lenyap sama sekali dari
keterangan Leukippos dan Demokritos. Bagi mereka alam tersusun daripada benda
yang bergerak sendiri. Keterangan mereka memakai dasar monisme, mengemukakan
sebab satu saja. Pandangan hidup mereka semata-mata bersifat materialisme.
Filosofi dalam tangan mereka menjadi dasar keterangan ilmu.
Dalam pandangan Demokritos yang mengatakan
penglihatan itu bersifat subyektif, tampak pengaruh ajaran sofisme, yang mulai
muncul di waktu itu. Sofisme meniadakan pengetahuan obyektif, yang sah buat
umum.
Aliran sofisme ini dipersoalkan dalam jilid yang kedua sebagai pendahuluan kepada filosofi klasik.
Aliran sofisme ini dipersoalkan dalam jilid yang kedua sebagai pendahuluan kepada filosofi klasik.
Komentar
Posting Komentar